Pemandangan Bengawan Bojonegoro
di musim kemarau tahun ini
Menghadirkan sesuatu yang baru tanpa meninggalkan akar
dari hal itu sendiri adalah ibarat mengenakan pakaian musim dingin di daerah
Gurun Sahara. Aneh, tapi perlu dicoba. Masyarakat dewasa ini terlalu mainstream mengenal bengawan yang
mengarak aliran air dari Solo ini dengan sebutan bahasa ibu "Bengawan Solo",
padahal dalam tata letak, aliran bengawan ini juga telah memasuki daerah
territorial Bojonegoro dan banyak wilayah lainnya. Jadi apabila dikemudian hari
nama bengawan ini berkembang semakin luas terkait dengan daerah-daerah yang
dilalui alirannya, semoga tidak menimbulkan masalah.
Bengawan Bojonegoro, demikian nama panggilan yang kini
mulai diperkenalkan di telinga masyarakat umum adalah bengawan yang tidak bisa
dipisah lepaskan akan kaitan dan andil besarnya bagi masyarakat khususnya
masyarakat Bojonegoro. Bengawan yang dalam masanya pernah memeriahkan prosesi
sedekah bumi ini memang sekiranya perlu mendapat perlakuan khusus sebagaimana
bengawan itu sendiri telah berbagi berkah pun sekaligus musibah dalam
keberadaannya.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa pada musim-musim
tertentu, luapan air dari aliran bengawan ini adalah hal yang perlu diwaspadai
namun juga diakrabi. Tidak jarang pula bahwa dampak penyakit, kematian dan
kerugian materi menjadi pendamping setia dari rentetan musibah banjir luberan
air bengawan yang meresahkan warga. Namun demikian, rasa cinta masayarakat
Bojonegoro terhadap bengawan atau mungkin pada tanah kelahiran mereka,
Bojonegoro, lebih besar dari rasa takut mereka akan segala kemungkinan. Hal ini
dibuktikan dengan banyaknya warga sekitar bengawan yang masih memilih bertahan
hidup berdampingan dengan bengawan.
Bapak pencari ikan "Jendhil" di Bengawan Bojonegoro
Bengawan Bojonegoro adalah hidup. Ini adalah kenyataan
yang disadari atau tidak memang telah terjadi dalam tatanan masyarakat yang
menggantungkan mata pencahariannya pada hasil bagi keramahan bengawan terhadap
kelangsungan hidup mereka. Tidak jarang
ditemui banyak pemandangan para pencari
ikan “jendhil”, penambang pasir, petani yang menanam tanamannya ditanah sekitar
areal bengawan atau bahkan pemilik warung kopi yang memanfaatkan daerah sekitar
bengawan sebagai daerah strategis untuk mengais rupiah. Hal ini belum lagi
diakumulasi dengan fungsi bengawan sebagai MCK umum dan sumber irigasi utama warga. Bengawan
Bojonegoro juga memberi ruang hidup bagi para perakit perahu tradisional,
penjaga jembatan ”sesek” (jembatan yang terbuat dari anyaman bambu) serta tukang
tambang perahu dalam membantu menghubungkan warga antar daratan agar senantiasa
dapat saling terkoneksi.
Pemandangan Jembatan Kali Kethek
yang melintasi Bengawan Bojonegoro
Tidak main-main jika Bengawan Bojonegoro kemudian menjadi
inspirasi dibangunnya jembatan-jembatan matoh
seperti jembatan Malo, jembatan Jetak, Jembatan Glendeng, Jembatan Kali Kethek
dan jembatan-jembatan lainnya sebagai penghubung arus roda ekonomi, sosial,
budaya dan pola hidup bermasyarakat yang menunjukkan bahwa bengawan bukanlah
pemisah, batas dan bahkan juga bukan alasan akan terputusnya segala akses
komunikasi.
Sesi pemotretan dengan latar Bengawan Bojonegoro
Pesona Indahnya Bengawan Bojonegoro juga tidak luput dari
mata para seniman untuk dapat mengekspose dan mengabadikan moment-moment
penting di kawasan sekitar aliran Bengawan Bojonegoro. Penikmat seni fotografi
misalnya, banyak mengambil latar bengawan sebagai salah satu fokus mereka baik
untuk sekedar foto prewed atau pemotretan
model dengan berbagai ragam busana dan make up.
Banyak potensi yang sebenarnya perlu di munculkan dari
sisi Bengawan Bojonegoro untuk membuat bengawan ini lebih dapat dikenal sebagai
bengawan milik Bojonegoro. Misalnya saja, Bengawan Bojonegoro memiliki banyak
ciri khas dengan adanya Kebun Belimbing Ngringinrejo dan Bendung Gerak yang
akan dapat menjadi pembeda antara Bengawan Bojonegoro dengan induk alirannya, Bengawan
Solo.
Memperkenalkan Bengawan Bojonegoro dengan segala
pesonanya di kancah dunia adalah bukan hanya menjadi tugas Bupati Bojonegoro
namun juga kerjasama seluruh lapisan warga masyarakat. Kesadaran warga untuk
menjaga lingkungan sekitar bengawan adalah suatu hal yang perlu, terlebih
Kabupaten Bojonegoro juga tersohor dengan penghargaan Adipura yang perlu
dipertahankan dari masa ke masa. Maka dengan potensi yang ada ditambah koordinasi dan
kerjasama yang baik antar lapisan masyarakat, semoga Bengawan Bojonegoro akan
lebih mengalir deras, menebarkan banyak manfaat dan semakin banyak dikenang
sebagai bengawan milik Bojonegoro yang benar-benar MATOH!
bengawan solo itu panjaaaang banget yaaa...
BalasHapuswalau musim kemarau, arnya tetap banyak dan gak terlalu keruh^^
Terimakasih sudah mampir mbk Ar..
HapusIya nih, kayak ular naga panjangnya bukan kepalang. ^^
Saya juga pernah nyebrang bengawan solo. Airnya itu kok buthek ya. Saya juga senang dengan angin di sore hari yang bertiup pelan membawa aroma pasir dan suara-suara gemuruh airnya dan kecipak-kecipuknya dan laki-laki yang bertelanjang dada yang membawa sekantong plastik bening ikan-ikan yang entah apa namanya.
BalasHapusPenikmat Bengawan Bojonegoro juga ya Pak Tohir ini.. :D
Hapus