Hampir 2016, semuanya serasa begitu cepat. Kita bersama sejak 6
Mei 2009, 6 bulan kemudian kau
memutuskan melanjutkan hidup di Jambi dan aku bertahan di Madiun, menuntaskan
SMA ku. Juni 2010, aku hijrah ke Bojonegoro dan kau kembali berpeluk Madiun, Desember
di tahun yang sama. Kita masih bersama, dengan jarak yang tidak lagi seberapa
tapi tetap saja menyita banyak waktu temu kita. Kadang kita bertemu 3 bulan
sekali atau bahkan hanya pada moment hari nan fitri. Hidup terus bergejolak,
kita mencari jati diri, menemu banyak tragedi dan akhirnya memutuskan untuk
berhenti. Oktober 2014, aku menuntaskan jenjang S1 ku dan setelahnya rejeki
seperti di hujankan pada kita bertubi-tubi, meski untuk menebusnya, kau mesti
berpuasa hingga 2017 nanti. Motor baru, rumah baru, tantangan melamar dari
keluargaku yang kau sanggupi di 11 Januari kala tahun berganti, pernikahan
ajaib 18 Maret yang menguras hati dan kabar hamil di April, menyumpal
menggenapi rejeki. Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan. Panik, bahagia,
bingung atau entah bagaimana. Yang aku tahu, 2017 memang masih terasa lama,
untuk hitungan hutang yang mesti kau tebus lewat cicilan. Aku bersyukur,
setidaknya kau bukan penganggur, ada pekerjaan tetap yang kau selingi dengan
sampingan. Sebuah alasan, yang selalu kau ajukan untuk membuatku tetap tenang
ketika aku bersikeras ingin turut menambah dana perekonomian. Kita memang
berkecukupan. Allah mencukupkanku lewat usahamu. Kau menempatkanku selaksa ratu
dan selalu begitu.
Aku tidak membayangkan bagaimana rasanya serumah dengan mertua,
hidup penuh sungkan dan bermanja mungkin harus bersembunyi di sebatas kamar
tidur saja. Kau membuatku tidak perlu merasakannya. Aku tidak membayangkan
bagaimana rasanya bersuami egois dan suka mencela, kau terima aku walau aku tak
berpostur tinggi lagi putih cantik jelita. Sungguh kau tidak pernah
mempermasalahkannya. Kau membuatku tidak perlu merasakannya, kau mencukupkan
keperluanku semampu yang kau bisa. Aku tahu kau selalu berusaha.
Pada titik di mana kau tidur lelap, aku suka memperhatikan wajah
lelahmu yang terasa sangat. Aku masih sukar percaya, untuk perkara bahwa kini
kau suamiku adanya. Sosok yang bisa kupeluk erat kapanpun ketika aku mau, sosok
yang selalu memberiku kecup hangat setiap waktu, sesukamu. Kita menjalani hidup
dalam ikat yang sah. Seiring bersama kandungan yang kian terus tumbuh, dan ini bulan ke
sembilan untuk hitungan pernikahan sekaligus janin dalam kandungan. Namun tepat 6 tahun, 7 bulan untuk usia kebersamaan. Aku masih tidak percaya pada kemampuanku pergi ke pasar, menyiapkan
sarapan dan mencoba resep beraneka ragam. Aku masih takjub setiap kali kau
pergi pamit bekerja atau ketika kita berjama'ah pun saat kau manja minta disuap
makan di tempat tidur saat sahur tiba. Kau penuh kejutan. Masakanmu kadang tak
bisa di remehkan. Aku begitu menikmati setiap proses, seperti saat kau menyisir
rambut basahku yang mengering, atau ketika kau begitu ribet dengan susu hamil,
minyak ikan dan segala nutrisi untuk jabang bayimu yang semoga sehat.
Aku bersyukur untuk lelakiku ini ya Rabb..
Lelaki menyebalkan yang kadang tak bergegas tidur hanya untuk
urusan PS padahal esok pagi ia mesti pergi mengais rejeki. Lelaki pobia karet rambut.
Lelaki penyuka jengkol dan pete. Lelaki anti makan tahu. Lelaki yang tak segan
membantu menjemur pakaian pun sekedar menggoreng lauk untuk makan. Lelaki yang
selalu mengiyakan ajakan liburan dengan syarat mesti bangun sebelum subuh tiba
agar tidak terjebak macet dan panas jaya. Lelaki yang selalu bersedia mengantar
beli pentol favorit jauh-jauh ke kota dan langsung kembali ke rumah setelahnya. Lelaki
yang selalu menyematkan Al-Fatihah di setiap usai sholatnya untuk anak
tercinta. Lelaki yang selalu berusaha mengaji di sela jadwal ngopi. Lelaki yang
kau amanahkan sebagai suamiku dan semoga kesaksianku ini ya Rabb, mampu
meringankan langkahnya kelak menuju surga.
Jaga kami, bimbing kami, keluarga kami, anak cucu kami, saudara-saudara kami, agar tetap dalam
kecintaanMu, ridhoMu dan kasih sayangMu. Sehatkan kami, mampukan kami, cukupkan
kami dan selamatkan kami. Semoga usia kami senantiasa bermanfaat. Semoga syukur
kami senantiasa berintegral dan semoga rumah tangga kami kelak Kau hadiahi Jannah.
Kami belum mampu menjadi hambamu yang baik, tetapi semoga Kau mampukan kami
untuk menjadi lebih baik. Aamiin, aamiin, YRA. Terimakasih ya Rabb, terimakasih
mas ayah ARIF MUHYIDIN. Barakallah. Alhamdulillahirabbilalamin.
Catatan:
Suatu ketika, adek pasti nyempetin bikin donat buat mas ayah.
Tunggu tanggal mainnya, jangan rewel terus ya!!! :D :*