Sabtu, 13 Juli 2013

MUNGKIN KITA MEMANG SUDAH TIDAK BISA BERTEMAN (Lagi) !



Saya pernah memiliki seorang teman. Kami bahkan menamai hubungan kami dengan label "persahabatan" dan lebih dari itu kami sering berucap bahwa kami adalah "Saudara". Semuanya berjalan baik-baik saja, kami saling berbagi, saling memberi, saling menyemangati hingga entah bagaimana kemudian kami memutuskan untuk tidak saling berhubungan lagi.

Perasaan itu menyakitkan. Perasaan terabaikan yang membuat saya seolah salah dan tidak lagi penting. Perasaan yang muncul ketika dia mulai mendapati rekan-rekan baru yang mungkin lebih handal dan bisa lebih baik dari saya. Begitulah akhirnya, saya terlupakan. Setiap kali dalam suatu kesulitan, saya harus bersiap menjadi wadah tempat curahan, menjadi penambal bala bantuan tapi sekalipun tidak untuk menjadi yang pertama untuk diingat dan diikutsertakan dalam kebahagiaan. Perasaan sedih itu membeludak, ketika saya nyata ditinggalkan seorang diri dalam suatu tugas bersama, sedang dia malah asyik melanglang pergi bersama sahabat-sahabatnya yang baru. Begitulah saya, tercampakkan. Dimana sekembalinya dalam bertugas bersama saya, sempat-sempatnya dia bercerita dengan begitu indahnya tentang pengalaman -pengalaman serunya sepeninggalnya tadi, tanpa memikirkan perasaan saya (yang terabaikan).

Saya mugkin salah, terlalu banyak menuntut penghargaan. Namun salahkah? Saya sudah tidak mampu, tidak mampu untuk terus dibanding-bandingkan dengan sahabatnya yang baru. Saya sudah lelah, sudah lelah untuk terus mengalah dan hadir dalam setiap perlunya. Apa artinya berhubungan tapi ternyata tiada arti sama sekali?. 


Jauh diluar sana, saya masih mendapati rekan-rekan lain yang bisa menghargai saya, menghargai HAM saya, menghargain nilai saya sebagai manusia. Maka disinilah saya sekarang. Bersama rekan-rekan sahabat yang lain, dan memilih untuk berhenti bersahabat dengannya. Saya sedih, tapi juga tidak ingin menambah rasa sedih saya dengan gumpalan kecewa yang akan saya telan jika saya masih terus bersamanya. Maka saya mundur teratur, meninggalkan apa yang dulu pernah berarti hingga kemudian saya tiada arti. 

Beberapa puisi yang tercantum di blog ini, sebagian juga terinspirasi dari kisah persahabatan kami. Puisi berjudul "TUHAN, JIKA AKU SALAH" misalnya. Dari sini saya mulai paham, bersahabat ternyata tidak melulu diukur dengan intensitas bersama, melainkan lebih diukur pada sejauh mana kita mampu saling tertarik untuk berbagi segalanya :)


NB : Tulisan ini diikutsertakan dalam Give Away persembahan mbak Aida MA yang syarat dan ketentuannya bisa dicek di link :

http://jarilentikyangmenari.blogspot.com/2013/07/ga-ketika-cinta-harus-pergi.html?showComment=1373621803072&m=1#c5456989334052070938

6 komentar:

  1. Thanks....tunggu pengumumannya yaaaaa

    BalasHapus
  2. Good Luck ya say :)

    akan selalu ada orang-orang yang menjadi sahabat-sahabat kita :)

    BalasHapus
  3. Mba mirip banget ceritanya kayak saya waktu SD dan SMP. Lengket bangett deh.. Saya juga dulu punya sahabat yang kayak gitu. Karena saya kesal akhirnya saya diamkan aja dia, toh masih banyak yang mau berteman dan bersahabat dengan saya.. Tapi akhirnya sahabat saya itu kembali juga. Setelah dia menyesali perbuatannya dia butuh lagi sama saya dan sahabat2 baru nya tidak lebih dari yang dia kira..

    dan Saya skrg menyikapi sahabat2 saya tidak terlalu serius dan terlalu lengket. Ya, kaya main layang2 aja. Perlu menarik dan mengulur. Kalo terlalu di tarik bisa-bisa putus..

    Salam kenal Mba Arshi Ardinta

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih sudah mampir mbak Ay..
      memang kesempatan kita semua untuk "khilaf" itu besar sekali ya? hehe. Iya semoga kita bisa saling mengingatkan dan berteman dengan sewajarnya agar tidak kecewa tingkat tinggi ketika salah satu diantara kita mungkin khilaf.

      Semoga untuk pengalaman-pengalaman yang tidak mengenakkan seperti ini bisa dicukupkan sampai disitu saja. dan untuk kedepannya nanti, semoga kita semua tidak perlu mengalaminya lagi. Aamiin.

      Semangat selalu ya mbak Ay :)

      Hapus