Sabtu, 10 Maret 2018

Catatan Ringkas

Ada sekejap rindu yang kutahan-tahan.
Tulisan-tulisan yang terus menumpuk menunggu kepastian.
Doakan ya..
Semoga setelah detik ini semua serba terkondisi
Aku juga masih ingin terus berbagi.

*Hmm.. lama gak posting, rasanya grogi juga. Semoga masih hafal-hafal ingat cara gunanya. 

Sabtu, 25 Juni 2016

TENTANG SENI MEMPERCAYAI



Di titik ini, aku ingin mencatat
Sekedar mencatat secuil berkas ingat:

Sarah,
Putri pertamaku, tengkurap sempurna dengan jerih payahnya sendiri tepat ketika usianya menginjak 3 bulan lebih 7 hari. Tertanggal 14 Maret 2016 dan kala itu magrib. Kemudian ia mulai mampu mendongak dan menahan beban tubuh atasnya dengan kedua tangan ketika tengkurap. Sejak itu ia menyukai gaya mandi tengkurap dan gerakan kaki yang berkecipak.

01 Juni di tahun yang sama, ia berhasil mengangkat pantat dan bersiap merangkak. Sejauh ini ia masih mencoba. Sama seperti ketika ia telah mampu melampaui yang sudah-sudah. Mengucapkan beberapa patah kata, "mamama", "maem", "mbah", "yah", "tatata" dan entah apalagi nanti.
Aku menikmati setiap waktuku dengannya. Ia cantik. Lesung pipinya manis sekali. Ia berkedip-kedip, memberi senyum atau terkadang turut menautkan kedua alisnya ketika menatapku sambari menyusu. Ia cerdas dan supel. Ia sangat sering tersenyum kepada siapa saja, dan hampir selalu mau diajak siapapun yang berusaha menarik perhatiannya. Tentu itu tidak berlaku jika ia mengantuk.

Sarah,
Putri kecilku, ia bermasalah dengan susu formula.
Ia telah melewati fase ASI eksklusif dan kala itu hampir Ramadhan. Aku bersiap memperkenalkan lidahnya dengan beraneka rasa asing yang tentu baru ia coba. Awalnya, kupikir susu formula akan banyak membantu mengatasi rasa hausnya ketika kelak aku berpuasa. Sedang mungkin ASI-ku tidak berkapasitas seperti biasa. Ternyata tidak. Aku salah. Sarah muntah parah, tubuhnya timbul bercak merah. Segera kutemui bidan, mencari obat, berkonsultasi dan hasilnya.. kini puasaku hampir tuntas, putriku ternyata begitu cerdas. Aku memberinya MP-ASI, mencicipinya air putih, mengenalkannya beraneka rasa buah dan ia begitu bahagia.

Sarah,
Ia mengajariku banyak. Salah satunya adalah belajar percaya.
Percaya bahwa ketika kamu memiliki "bayi", rumahmu akan tetap rapi.
Percaya bahwa ketika kamu memiliki "bayi", kebutuhanmu akan tetap tercukupi.
Percaya bahwa ketika kamu memiliki "bayi", suamimu akan setia mendampingi.
Percaya bahwa ketika kamu memiliki "bayi", semua akan tetap mampu teratasi.
Ya,
Sarah membuatku percaya, bahwa ia juga layak untuk dipercayai. Aku harus percaya bahwa ia sehat, ia mampu, ia cerdas, ia baik, ia sholehah dan ia menyayangiku. Seperti halnya Allah memberi kepercayaan padaku bahwa aku mampu menjadi ibu yang (semoga) baik untuk Sarah.

Ini semua membuatku semakin percaya, bahwa apa yang kita percayai, secara tidak sadar akan terwujud nyata dan sama seperti. Sungguh, Allah Maha Baik.

"Nak,
orang lain berhak meragukanmu,
itu tidak masalah
yang terpenting
JANGAN PERNAH MERAGUKAN  DIRI DAN KEMAMPUANMU SENDIRI
Sarah BISA, Sarah anak yang BAIK, Sarah anak yang CERDAS, Sarah anak SHOLEHAH.
Mama sayang SARAH banget!!!!!"

Selasa, 19 Januari 2016

Mengenang 2015, Menggenggam SARAH!


Saya yakin, sosok wanita karier pun juga mendamba memiliki cukup waktu mengurus rumah tangga dan menikmat kasih sayang bersama suami dan putra-putrinya di tengah gempuran pekerjaan yang menyita banyak waktunya. Bagi saya, wanita karier yang tetap peduli terhadap kewajibannya sebagai ibu dan istri adalah wanita super. Yah, hidup kadang mesti begitu, tidak semua laki-laki langsung mendapat pekerjaan bagus dan mampu mencukupi kebutuhan keluarga untuk kemudian dapat memposisikan istrinya "cukup di rumah saja" sehingga bukan hal yang salah jika akhirnya sang istri mesti turut bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup dan gulir perekonomian keluarga. Namun kadang tidak melulu perkara mencukupi kebutuhan hidup, saya juga tidak dapat membayangkan bagaimana seandainya dunia tanpa perawat, tanpa bidan, tanpa dukun pijat perempuan dan lantas, bagaimana dengan nasib saya...

Pernikahan benar-benar telah membawa berkah tersendiri dalam kehidupan saya. Setelah segala jenis keruwetan dan berbagai sensasi pekerjaan saya lakoni, akhirnya saya mesti mengabdi utuh untuk suami dan rumah tangga saya. Alhamdulillah sekali memang, saya memiliki sosok suami bertanggung jawab dan berpenghasilan cukup "versi saya" sehingga saya tidak keberatan saat suami meminta saya cukup menjadi Ibu Rumah Tangga, belajar beraneka ragam menu masakan dan mempersiapkan generasi super dengan berbagai ilmu dan pengalaman yang kami miliki. Allahu Akbar, Fabiayyi ala irobbikuma tukadziban.

Sarah diproses dengan begitu cepat dan tanpa di sangka-sangka. 18 Maret 2015 saya menikah, 22 Maret 2015 saya resmi pindah ke Madiun dan awal April kabar kehamilan itu datang. Sungguh super. Awalnya saya mengira bahwa saya mederita masuk angin akibat rasa lelah seusai "boyongan", hingga dipanggilah dukun pijet bernama nenek Sipon. Namun kemudian, saya terserang rasa mual, mudah letih dan itu yang kemudian mengusik jiwa usil suami saya untuk membeli test pack yang hasilnya sungguh memukau. Saya hamil. Saya sempat panik saat bidan menyatakan saya hamil satu bulan padahal saya baru 2 minggu berumah tangga bersama suami. Usut punya usut hitungan itu dimulai dari tanggal terakhir saya pms. Wew. Hamil. Suatu hal di luar dugaan yang memporak-porandakan susunan acara traveling saya. Pun akhirnya kami tutup juga dengan penuh rasa syukur Alhamdulillah.

Selama hamil Sarah, hampir 5 bulan perut saya hanya mampu menerima asupan pentol, susu hamil dan obat dari bidan. Saya mual parah, muntah hingga tidak ada yang mampu dimuntahkan selain rasa pahit dan liur berwarna putih. Hampir setiap hari saya menangis dan suami saya bingung menenangkan dan hampir setiap kali juga saya berdoa agar diberi janin kembar sepasang agar kemudian saya tidak perlu hamil lagi dan merasakan sensasi kengerian ini. Ya, setiap kali pula suami saya mengingatkan agar saya banyak bersyukur mengingat masih banyak pasangan diluar sana yang begitu mendamba hadirnya buah hati. Begitulah lantas saya menikmati proses.

Sejak dikandung badan, Sarah memang bisa dibilang jabang yang tangguh. Usia satu bulan kehamilan saya rikueh PP ngebis Madiun-Bojonegoro dengan sensasi jalan mendadak dangdut guna mengurus surat pindah saya dan dilain kesempatan juga motoran dengan rute yang sama untuk memenuhi undangan hajatan salah satu rekan. Masuk bulan kedua, saya dan suami masih asyik motoran pergi ke candi Cetho dan yang paling super adalah saat masuk kehamilan bulan ke 4 hingga 5, saya ikut camping dan sahur on the road bersama konsulat Madiun alumni Gontor yang tak lain adalah rekan sepondok yang sudah seperti saudara bagi suami saya. Ibarat negeri 5 menara, mereka terdiri dari 8 sekawan. Sebagian sudah berumah tangga dan beranak pinak, sebagian lagi masih jomblo. Lucunya, 5 dari 8 kawanan yang sudah menikah ini, semuanya dikaruniai anak pertama perempuan. Mungkin ini sebagai kado akibat selama masa 6 tahun di pondok, para bapak ini hanya menemu lautan lelaki kali ya. Hehe.

26 Juli di usia kehamilan menuju 5 bulan, kami mengadakan acara resepsi pernikahan di Madiun karena memang sebagai anak bungsu dari 8 bersaudara, keluarga besar suami yang rata-rata berdomisili di luar Jawa baru bisa berkumpul di moment libur panjang sekolah dan hari raya tersebut. Terbayang kan betapa lelahnya aura resepsi, apalagi resepsi ala orang desa berlangsung sehari penuh siang-malam. Belum lagi prosesi bersih-bersih rumah mandiri yang menyita waktu hampir 5 hari karena memang seusai resepsi, saudara langsung pulang memburu tanggal 27 yang merupakan hari pertama masuk usai libur panjang dan tentu para tetangga yang  sibuk "rewang" pun menyudahi masa "ngerewanginya" seiring usainya dengung sound resepsi. Yah, menikah itu memang yang paling melelahkan adalah "bersih-bersih seusai acaranya", ditambah di rumah hanya ada saya dan suami, ibu mertua yang rumahnya bersebelahanpun sudah sangat sepuh. Untungnya waktu itu ada mas Kholik, ponakan suami, anak dari kakak pertama yang bersedia bantu bersih-bersih rumah juga. Alhamdulillahnya, saya punya kebiasaan buruk yang begitu dimaklumi suami, yaitu setiap ada acara besar dan seusai bepergian, saya lebih suka mempercayakan urusan baju kotor ke laundry edisi paket komplit. :D  



2 Agustus jam 3 pagi saya dan suami nekat motoran ke Pacitan dan lanjut hingga menembus Trenggalek guna refreshing dan anggap saja sekaligus merayakan HUT suami yang jatuh 3 hari kemudian. Jam 8 malam kami sampai rumah dengan selamat. Disusul kemudian tanggal 6 Agustus saya mesti kembali ke Bojonegoro karena adanya acara resepsi adik saya disana. Yah, 2 minggu yang hampir tanpa jeda yang kemudian menyadarkan saya bahwa jabang saya ini ternyata anteng kalau diajak bepergian sekalipun sikon tubuh saya menolak asupan makanan. Setelahnya, karena si perut yang semakin membuncit dan alhamdulillah kami belum punya mobil yang artinya kalau bepergian naik motor bakal rikueh banget nggak bisa peluk suami dari belakang, maka dengan itu sesi jalan-jalan dibatasi hanya sekedar sampai seputaran kota.     

Jujur, selama hamil banyak masukan yang saya abaikan semisal trisemester awal kehamilan dilarang kecapaian tapi toh saya bismillah saja melancong sini sana, ada juga dengung perihal mesti jauh-jauh dari kucing padahal di rumah banyak kucing, orang hamil mesti rajin jalan pagi, well yang ini masih sedikit saya taati walau cuma saya lakoni di hari Minggu bersama suami karena di hari lain saya mesti buru-buru ke pasar dan masak sebelum suami berangkat kerja. Lagipula, saya pikir bersih-bersih rumah, nyapu dan ngepel juga sama sehatnya seperti rutin jalan pagi. Bisa dibilang saya "bandel" sekali tapi bukan berarti tanpa arti karena diam-diam saya pasrah saja pada yang menggaris hidup dengan beribu do'a. Allah Maha Kuasa, kadang orang yang sudah teramat berhati-hatipun bisa juga tertimpa musibah jika Ia berkehendak.

Hingga pada suatu ketika, Minggu, 6 Desember 2015 saya masih menikmati sesi jalan pagi, posting foto di fb dan juga sensasi lezatnya ngidam pentol. Semuanya berjalan normal, tidak ada perasaan apapun, hanya rasa lelah yang hebat yang membuat saya malas makan dan memilih tidur siang hingga pulas. Menjelang magrib, ada rasa ingin pup yang tak tersampaikan dan saya masih sehat wal afiat pun masih dilanda aura malas makan. Seharian itu saya ingat betul, saya hanya makan pentol, seporsi nasi dan mie instan. Menjelang jam setengah sebelas malam ketika saya kebelet pipis, saya panik. Bercak darah itu muncul. Saya terburu membangunkan suami saya yang tidak biasanya tidur lebih awal. Suami saya dalam keadaan setengah sadar berjalan mengetuk pintu rumah ibu, bercerita kalau saya bla-bla-bla, ibu mertua saya bilang kalau itu wajar, kata ibu, paling lahirannya 3 hari lagi. Suami saya otomatis lebih percaya kata ibunya yang sudah berpengalaman hingga beranak 8. Tanpa rasa panik dan mungkin sikon setengah sadar, suami saya dengan santainya menyuruh saya tidur kembali karena dikiranya saya mengalami kelelahan akibat bermain di taman dan rutinitas saya sehari-hari sebagai IRT.

Saya sedih, panik, sekaligus khawatir terjadi apa-apa pada si jabang dan tapi suami dan ibu mertua saya santai sekali. Satu-satunya hal yang bisa saya lakukan hanya menangis, bukan karena sakit, tapi karena nelangsa kok suami saya cuek sekali. Haha. Akhirnya karena tidak tega, tepat jam sebelas malam suami sayapun mengalah dan segera menghubungi bidan. Benar saja, setelah sampai di bidan ternyata saya sudah mengalami pembukaan 5. Suami saya seketika terkejut, pikirnya tadi saya akan tepat lahiran menurut HPL yaitu tanggal 15 Desember, oleh karenanya dia begitu santai. Well, suamipun bergegas mengambil tas berisi perlengkapan lahiran yang sudah saya siapkan jauh hari, ibu mertua saya yang memang sudah sepuh, bercucu 20 dan bercicit 10, saya minta sholat tahajut seperti yang rutin beliau lakukan, tak lupa saya minta restu semoga proses persalinan saya dilancarkan.



Saya melarang suami menghubungi orang tua saya dengan alasan sudah larut malam dan saya tidak ingin membuat mereka terutama ibu saya panik. Walhasil selain ibu mertua, suami saya lantas menghubungi mbak Khom dan bang Salim, kakak kesayangannya yang selama ini memang banyak membantu tanpa pamrih. Sedikit sisipan cerita tentang ngidam, selain hobi makan pentol, saya memang  kepikiran kalau punya anak perempuan ingin seperti anak perempuan mbak Khom, Fatma Salim alias Ling Erl. Alasannya, keponakan saya yang satu ini super rajin, cantik, pandai ngemong ke 3 adiknya, hobi masak, sederhana, pintar sekaligus hafidzah juz amma dan saat ini dia sedang berusaha menghafal Al-Qur'an. Pokoknya Subhanallah deh.

Singkat cerita, 7 Desember 2015 hanya berselang 2 jam 40 menit tepatnya jam 01.40 WIB, Sarah Shidqi Ardinta lahir secara normal di hari Senin Kliwon dengan BB 2,9 kg dan PB 46 cm. Sebuah proses mengharukan yang disaksikan suami, bidan dan 2 asistennya secara live dan penuh iringan do'a. Hasbunallah wanikmal wakil, nikmal mawla walatuashir. Kalimat itu tak henti saya sebut ditengah dera sakit punggung yang menghebat. Alhamdulillah, alhamdulillahirrabilalamin finally she was come. Sarah menangis kencang dan tapi langsung terdiam sesaat setelah ayahnya mengumandang adzan dan iqomat. Sarah kemudian diletakkan di dekapan saya, begitu tenang dengan keasyikannya mengemut jemari tangan sambari mata lebarnya bergerilya mengamati suasana baru sementara bidan sibuk menjahit berkas luka persalinan saya. Yep, moment paling haru itu terjadi. Suami saya sempat terisak, mengucap syukur, mengecup kening saya dan putrinya berulang dan menyelip kata "terimakasih" entah atas apa.

Saat lahir, Sarah terlilit tali pusar dan punggungnya penuh dengan gajih, kata bidan itu mungkin dampak hobi makan pentol. Hahaha. Tapi rambutnya lebat dan alhamdulillah kerak kepalanya sedikit sekali. Perihal ini, saya memang hobi masak kolak kacang hijau dan hampir setiap hari mengkonsumsi air kelapa pemberian cuma-cuma tukang sayur langganan saya. Disamping itu, Sarah punya sepasang lesung pipit dan mata yang indah menurut saya. Tapi yang terpenting, Sarah sehat.
Saya dan Sarah langsung diizinkan pulang hari itu juga setelah Sarah selesai dimandikan. Keesokan paginya, saya sudah mulai belajar memandikan Sarah. Karena saat itu pusarnya belum "pupak" maka saya hanya berani memandikan dengan metode sibin (di lap pakai air hangat), hari Kamis 3 hari saat pusarnya sudah "pupak", saya kembali belajar memandikan Sarah dalam bak mandi bayi.

Seminggu pertama sejak kehadiran Sarah, saya kembali hobi menangis. Kali ini karena saya merasa kasihan melihat suami mesti rela cuci piring dan tidur terpisah dari saya. Kehadiran sahabat, baik yang jauh maupun dekat, menyempatkan untuk menjenguk Sarah membuat saya kian terharu. Apalagi di tambah mesti melihat pemandangan ibu mertua yang kembali masak karena saya benar-benar nggak sempat masak kecuali hanya sebatas goreng-goreng. Begitulah. Semenjak ada Sarah, ada beberapa hal yang kian semarak. Saya jadi sering menggunakan mode aeroplane pada smartphone saya karena khawatir akan efek radiasi yang ditimbulkan khususnya bagi Sarah. Aktifitas begadang saya berganti dari searching kuis menjadi ganti popok pipis. Meski begitu, saya masih rutin menjalani kewajiban saya bebersih rumah dan sebagainya. Memiliki bayi, bagi saya bukan alasan untuk membiarkan rumah dalam mode "berantakan". Justru sebaliknya, semangat kebersihan dan kerapian harus kian digalakkan agar pikiran tidak ikut "awut-awutan".

Memiliki anak itu repot tapi lebih repot lagi kalau tidak punya anak. Bismillah, harapan saya saat ini semoga saya dan suami diberi kemudahan memberi pendidikan terbaik untuk Sarah dimulai dari mengerahkan segala hal yang kami bisa. Kelak Sarah tidak harus menjadi anak yang pintar dalam segala hal, yang terpenting Sarah mestilah pandai membawa diri dan bertanggung jawab atas segala hal yang dilakukannya. Semoga ia menjadi putri yang kuat iman, jujur dan berlimpah syukur. Barakallah, anakku.

Minggu, 06 Desember 2015

LUCKY ME!!! :)


Hampir 2016, semuanya serasa begitu cepat. Kita bersama sejak 6 Mei 2009, 6 bulan kemudian kau memutuskan melanjutkan hidup di Jambi dan aku bertahan di Madiun, menuntaskan SMA ku. Juni 2010, aku hijrah ke Bojonegoro dan kau kembali berpeluk Madiun, Desember di tahun yang sama. Kita masih bersama, dengan jarak yang tidak lagi seberapa tapi tetap saja menyita banyak waktu temu kita. Kadang kita bertemu 3 bulan sekali atau bahkan hanya pada moment hari nan fitri. Hidup terus bergejolak, kita mencari jati diri, menemu banyak tragedi dan akhirnya memutuskan untuk berhenti. Oktober 2014, aku menuntaskan jenjang S1 ku dan setelahnya rejeki seperti di hujankan pada kita bertubi-tubi, meski untuk menebusnya, kau mesti berpuasa hingga 2017 nanti. Motor baru, rumah baru, tantangan melamar dari keluargaku yang kau sanggupi di 11 Januari kala tahun berganti, pernikahan ajaib 18 Maret yang menguras hati dan kabar hamil di April, menyumpal menggenapi rejeki. Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan. Panik, bahagia, bingung atau entah bagaimana. Yang aku tahu, 2017 memang masih terasa lama, untuk hitungan hutang yang mesti kau tebus lewat cicilan. Aku bersyukur, setidaknya kau bukan penganggur, ada pekerjaan tetap yang kau selingi dengan sampingan. Sebuah alasan, yang selalu kau ajukan untuk membuatku tetap tenang ketika aku bersikeras ingin turut menambah dana perekonomian. Kita memang berkecukupan. Allah mencukupkanku lewat usahamu. Kau menempatkanku selaksa ratu dan selalu begitu.

Aku tidak membayangkan bagaimana rasanya serumah dengan mertua, hidup penuh sungkan dan bermanja mungkin harus bersembunyi di sebatas kamar tidur saja. Kau membuatku tidak perlu merasakannya. Aku tidak membayangkan bagaimana rasanya bersuami egois dan suka mencela, kau terima aku walau aku tak berpostur tinggi lagi putih cantik jelita. Sungguh kau tidak pernah mempermasalahkannya. Kau membuatku tidak perlu merasakannya, kau mencukupkan keperluanku semampu yang kau bisa. Aku tahu kau selalu berusaha.

Pada titik di mana kau tidur lelap, aku suka memperhatikan wajah lelahmu yang terasa sangat. Aku masih sukar percaya, untuk perkara bahwa kini kau suamiku adanya. Sosok yang bisa kupeluk erat kapanpun ketika aku mau, sosok yang selalu memberiku kecup hangat setiap waktu, sesukamu. Kita menjalani hidup dalam ikat yang sah. Seiring bersama kandungan yang kian terus tumbuh, dan ini bulan ke sembilan untuk hitungan pernikahan sekaligus janin dalam kandungan. Namun tepat 6 tahun, 7 bulan untuk usia kebersamaan. Aku masih tidak percaya pada kemampuanku pergi ke pasar, menyiapkan sarapan dan mencoba resep beraneka ragam. Aku masih takjub setiap kali kau pergi pamit bekerja atau ketika kita berjama'ah pun saat kau manja minta disuap makan di tempat tidur saat sahur tiba. Kau penuh kejutan. Masakanmu kadang tak bisa di remehkan. Aku begitu menikmati setiap proses, seperti saat kau menyisir rambut basahku yang mengering, atau ketika kau begitu ribet dengan susu hamil, minyak ikan dan segala nutrisi untuk jabang bayimu yang semoga sehat.

Aku bersyukur untuk lelakiku ini ya Rabb..

Lelaki menyebalkan yang kadang tak bergegas tidur hanya untuk urusan PS padahal esok pagi ia mesti pergi mengais rejeki. Lelaki pobia karet rambut. Lelaki penyuka jengkol dan pete. Lelaki anti makan tahu. Lelaki yang tak segan membantu menjemur pakaian pun sekedar menggoreng lauk untuk makan. Lelaki yang selalu mengiyakan ajakan liburan dengan syarat mesti bangun sebelum subuh tiba agar tidak terjebak macet dan panas jaya. Lelaki yang selalu bersedia mengantar beli pentol favorit jauh-jauh ke kota dan langsung kembali ke rumah setelahnya. Lelaki yang selalu menyematkan Al-Fatihah di setiap usai sholatnya untuk anak tercinta. Lelaki yang selalu berusaha mengaji di sela jadwal ngopi. Lelaki yang kau amanahkan sebagai suamiku dan semoga kesaksianku ini ya Rabb, mampu meringankan langkahnya kelak menuju surga.

Jaga kami, bimbing kami, keluarga kami, anak cucu kami, saudara-saudara kami, agar tetap dalam kecintaanMu, ridhoMu dan kasih sayangMu. Sehatkan kami, mampukan kami, cukupkan kami dan selamatkan kami. Semoga usia kami senantiasa bermanfaat. Semoga syukur kami senantiasa berintegral dan semoga rumah tangga kami kelak Kau hadiahi Jannah. Kami belum mampu menjadi hambamu yang baik, tetapi semoga Kau mampukan kami untuk menjadi lebih baik. Aamiin, aamiin, YRA. Terimakasih ya Rabb, terimakasih mas ayah ARIF MUHYIDIN. Barakallah. Alhamdulillahirabbilalamin.

Catatan:
Suatu ketika, adek pasti nyempetin bikin donat buat mas ayah. Tunggu tanggal mainnya, jangan rewel terus ya!!! :D :*

Selasa, 03 November 2015

KESAYANGAN!!


Jangan terlalu percaya dengan apa yang kamu lihat sekarang, karena esok sangat tak pasti. Percaya saja sama Tuhan, dengan syukur yang pasti!! Allah Maha Baik. Allah Maha Baik. Allah, Allah!!

Saya tidak mengira bahwa akhirnya saya berjodoh dengan mas-mas. Mas-mas yang waktu itu masih ngandelin HP butut buat PDKT, pengangguran kurang kerjaan yang masa depannya masih GJ tapi eh kok saya mau aja ya? Hihihi

Maklum, kala itu saya masih labil untuk ukuran anak SMA kelas 2 semester akhir yang taunya cuman cinta aja. Udah. Nggak terlalu mikir mau dibawa nikah atau dibiarin usai sudah. Mikirnya, ntar kalau putus ya cari lagi lah!! Haha.

Berpasangan selama 6 tahun kurang 2 bulan dan akhirnya nikah di usia 22 tahun memang tidak pernah terpikir sebelumnya. Apalagi kita LDR, dimana mantan-mantan dan manusia penggoda iman sering bersliweran disana dimari. Belum lagi jarak usia 5 tahun bikin saya manja, rewel, ribet, minta dingertiin setengah mati. 

Dari zaman masih ngganggur, bisanya bonceng baru pakai motor belian orang tua merk Tossa, naik level Astrea, kemudian ganti GL Pro, CB butut, Mio matic, Vespa sampai akhirnya dapet kerja buat beli motor keren nan gaya. Eaa.. alhamdulillah ya, nasib mujur emang nggak kemana. :D

Saya sendiri? Alhamdulillah seusai sekolah lanjut kerja sambil kuliah, uang hasil kerjanya di inves  dalam bentuk motor dan beberapa digit angka tabungan yang jumlahnya lumayan buat nambah-nambah dana kuliah dan modal nikah. Suatu anugrah diluar nalar yang sampai detik ini rasanya masih ajaib. Ternyata Allah itu benar-benar Maha Kaya ya?!

Setiap kali flash back, ada rasa syukur luar biasa yang mesti saya ulang lagi dan lagi. My husband right now is my best that i ever have. Saya yang dulunya keluar rumah dari jam 10 pagi dan balik 12 jam setelahnya untuk urusan kerja, kuliah, lari sini lari sana buat cari tambahan dana, sekarang benar-benar diistirahatkan total dari dunia per-kuli-an. Disuruh stay all day di rumah. Dikasih laptop, di modalin modem, diharapkan bisa enjoy nulis sambil nge kuis dan diajak jalan buat refreshing ketika senggang.

Yep, alhamdulillah setelah nikah memang kami langsung stay dirumah sendiri. Dikasih rumah ngganggur? Haha, pinginnya gitu tapi alhamdulillah Allah masih memampukan kami buat bangun rumah mandiri dengan beberapa persen dana bantuan dari ortu dan saudara yang jumlahnya ya di amini saja, namanya juga dibantu. :)

Meskipun rumah kami nggak seluas lapangan bola dan isinya masih ala kadarnya, tapi usia muda dan pernikahan yang kami jalani ini meyakinkan kami bahwa pasti suatu ketika rumah ini akan penuh sesak dengan sendirinya, dengan rezeki-rezeki yang datangnya tak disangka-sangka.

"Kalau kamu kerja jadi guru, masuk setengah tujuh sedang saya kerja jam delapan, terus siapa yang buatin atau bahkan nemenin saya sarapan?"

Kalimat protes itu berlanjut sampai pada hal-hal detail lainnya semisal "Kalau sama-sama kerja, pulang sama-sama capek, anak nggak ke urus sendiri, uang banyak, berkahnya dimana?" Intinya.. setiap kali surat permohonan kerja saya ajukan, jawaban si mas yang sekarang jadi suami saya yaitu, "Sudah, saya aja yang kerja, kamu dirumah, atau kalau nggak, boleh kerja tapi jadi penyiar radio aja lagi, kerjanya cuma 2-3 jam, jadi keluarga nggak keteteran."  

Ya, kerja aja emang nggak cukup. Harus ada sampingan!! :v

Suami saya memang punya jam pulang kerja yang relatif awal, jam 2 siang. Waktu selebihnya buat apa? Buat nyalurin hobi. Kadang main PS, kadang ngopi, kadang mancing, nonton Dragon Ball, nonton Naruto tapi yang paling rutin ya ngurusin kucing. Yep, jadi kami memelihara sekitar 5 ekor kucing dewasa yang alhamdulillah produktif banget. Awalnya memang beli kucing buat dipelihara sendiri, tapi karena beranak pinak, maka jadilah kucing-kucing itu sebagian di adopsikan kepada another cat's lover dengan mahar sesuai pasaran. Semua kucing yang kami miliki adalah jenis persia, 3 medium dewasa dan 2 peaknose dewasa. Saat saya menulis artikel ini, jumlah kucing di rumah ada 10 ekor, dewasa plus unyil-unyilnya.. niatnya mau ngerawat satu pasang lagi dari anakan-anakan itu. InsyaAllah, semoga semuanya terawat dengan baik. ^^

Selain berkucing, hobi suami yang lain adalah berkebun. Kami menanam mulai dari bunga, sayur hingga buah. Ada anggrek, belimbing, pepaya, mangga, pisang, terong, cabai, tomat, anggur, srikaya, sawo dan masih ada beberapa tanaman berfaedah lainnya yang nancep di pekarangan rumah. Alhamdulillah, saya nggak pernah ikut sibuk ngurusi kucing dan kebun, semuanya di cover suami sendiri. Paling saya cuma bantu ngelus kucing, ngegemesin sama bantu nyiram tanaman doang, itupun kalau mau. Haha. Terus kerjaan saya apa dong? Ya layaknya istri-istri pada umumnya, masak, bersih-bersih rumah, ke pasar, main sosmed, nonton gosip, belanja bulanan dan lain-lain sambil nungguin kerjaan sibuk ngurus anak ntar.. hihi.

Kalau ditanya pernah ribut nggak sama suami? Jelas pernah, tapi nggak sering, paling ribut gara-gara sebel kalau pas bangunin subuh susahnya minta ampun. Wkwkwk. Tapi kalau ribut mah kita anteng. Saling diem. Merenung, minta maaf dan rujuk lagi. Karena berantem mulut itu cuma akan nambahin bekas sakit hati, jadi sebaik-baik marah ya mending diam menghindar daripada ngomong yang asal keluar. Karena bagaimanapun, suami, istri dan rumah adalah satu-satunya tempat kita pulang dengan nyaman. Kita akan terus berupaya hidup bersama, jadi sebisanya, harus saling sadar kalau "Kita sama-sama membutuhkan."

Pernah ribut soal pasangan masalalu?

Haha, kalau itu dibawa bercanda aja. Ngapain nikah kalau nggak saling percaya? Orang-orang masalalu yang nggak bisa move on mah di do'ain aja, moga segera menemu kisah yang sama bahagia. Tapi hidup gak kek drama sinetron kok, jadi ya cepat atau lambat, semua yang udah di belakang ya tetep aja nggak bakal ada di depan, kalaupun nanti ketemu lagi di depan, semua pasti sudah beda. Hihi.  

Dek, inget ya.. ayahmu adalah ayah yang nggak bakal ibu tuker di OLX atau bahkan Tokopedia sekalipun!!! (ngomong sama perut) :D :*


Alhamdulillah Allah, Alhamdulillahi Rabbilalamin.. 

Sabtu, 31 Oktober 2015

REVIEW: MENIKAH TITIK DUA


Judul Buku     : Menikah Titik Dua
Penulis           : Agustina K. Dewi Iskandar
Editor             : Fanti Gemala
Penata isi       : Novita Putri
Desainer kover & ilustrasi : Rio Siswono
Penerbit         : PT Grasindo, anggota Ikapi, Jakarta 2014
ISBN               : 978-602-251-702-3
GWI 703. 14.1.084

Sakinah, mawadah, warrohmah--katanya itu impian keluarga bahagia. Tapi bagaimana kalau ternyata masih ada juga perempuan yang tidak cukup bahagia dengan segala ketenangan, cinta, dan keseimbangan? Lalu, ia berusaha mencari-cari kisah bahagia yang direkanya bersama orang lain, meskipun kemudian tiba-tiba saja ada kejernihan perasaan yang mendera, membuatnya kembali menyadari bahwa pernikahan adalah sebuah ikatan suci yang tidak boleh dinodai dengan perselingkuhan.

Realita kejujuran bukan berarti selalu berbalas dengan kejujuran berporsi sama. Laki-laki pun masih tetap punya rahasia yang belum tentu terbagi dengan perempuan yang dinikahinya. Sementara mau tidak mau, perempuan adalah siput raksasa yang harus berbesar hati menyangga rumahnya meskipun ada satu bagian kecil hati yang mungkin akan terluka. Ini menjadi kisah sepasang suami istri yang melakukan perjalanan untuk menemukan titik bagi setiap pencarian yang terjadi setelah mereka menikah. Bagaimana kalau tetap saja ada titik dua dalam sebuah pernikahan? (Menikah Titik Dua - AKDI)

Menikah Titik Dua.
Sebuah novel dengan kisaran tebal 190 halaman ini telah mengubah persepsi saya tentang sajian novel pada umumnya. Novel ini seperti sebuah puzzle acak yang di desain perca demi perca secara ringkas namun tetap runtut tanpa perlu memakan banyak ruang penjelasan. Percakapan, baik dalam gambaran maya pun nyata banyak terjadi dalam karya yang menjadikan novel ini padat. Bahasa-bahasa liris khas Kansha yang tertuang dalam sensasi di beberapa bagian artikel blog pribadi tokoh tersebut, seakan membuat aroma sastra begitu kuat menyengat. Berbaur dengan konflik rumah tangga, taburan masa lalu dan kenyataan yang berseling, novel ini mengajak para pembaca khususnya yang tengah berumah tangga untuk lantas berpikir: "Sudahkah kita ikhlas menjalani biduk rumah tangga dan benar-benar menikmati setiap prosesnya dengan penuh rasa lapang, syukur atau bahkan tabah?"

Kansha, seorang istri sekaligus ibu satu anak yang secara tidak sengaja kembali bertemu dengan sosok "fans" masa lalunya melalui media blog yang rutin dikuntit oleh seorang Wibiandra. Sesosok pria yang tidak memiliki banyak keberuntungan untuk dapat menyanding Kansha secara sah meski mereka saling sepaham dan nyaman satu sama lain. Keadaan rumah tangga Kansha yang menurut versinya tidak lagi memberi rasa nyaman membuat Kansha mencoba sensasi lain dengan lebih sibuk mencari celah untuk dapat berselancar di dunia maya, curhat dan berbagi apapun kepada Wibi, orang yang dianggapnya sebagai sang pemberi warna baru di dunianya yang mulai kusam. Wibi dengan status single dan sebongkah cintanya yang terjaga, menyambut hangat secercah harapan yang hadir dari situasi yang tengah dihadapi Kansha.

Sedangkan Loki, suami Kansha, nyatanya adalah seorang gay yang tidak cukup lapang dada menerima kenyataan bahwa istrinya tengah berubah. Ia menuntut Kansha untuk mengerti dan berhenti, namun setelah Kansha berhasil pulang kembali dalam genggaman, justru kemudian ia kian tersesat dan memilih pergi. Menyudahi pernikahan mereka. Mungkin menikmati nuansa cinta sejenisnya atau mungkin berusaha kabur dari kenyataan yang memalukan. Sekalipun Kansha berusaha meminta, memperbaiki pernikahan dan ternyata nihil.

Sayangnya, kepulangan Kansha pada Loki membuat Wibi lantas memutuskan untuk menikah. Update mengenai hubungan rumah tangga Kansha dan Loki yang retak terlambat di dapat. Undangan terlanjur meluncur di genggaman Kansha namun hari pernikahan masih belum terlaksana. Kemudian novel ini berakhir begitu saja, dengan pertanyaan akankah Kansha dan Wibi akhirnya menemui hari kemerdekaan mereka? Merdeka atas penantian dan cinta yang salah tempat hingga kemudian di dapat?

Pernikahan.
Sebuah ikatan runyam yang tidak semua orang merasa nyaman dengan kenyang. Hantu masa lalu dan ujian mendatang adalah kode-kode musibah yang perlu dirajut agar rumah tangga tidak terburai pecah. Pernikahan memang tidak semudah kata "harusnya" atau tidak juga boleh bertendensi pada pengalaman para tetua. Pernikahan baru akan selalu membawa nuansa baru yang tidak dapat diprediksi kecuali ditetapkan secara pasti oleh garis nasib karya Tuhan. Namun begitu, ketika kita menikah, kesadaran bahwa masa lalu memang telah berlalu dan masa depan akan sama rasa diterjang adalah suatu hal yang perlu benar-benar disemat samakan agar tetap seimbang. Novel ini, secara tidak langsung telah membuat saya mengerti bahwa menikah membutuhkan keikhlasan dan kejujuran maksimal yang kesemuanya perlu senantiasa di komunikasikan.

Latar belakang penulis sebagai dosen di Universitas Pasundan dan ITN Bandung serta kecintaannya pada dunia musik, drama dan travelling sedikit banyak memberi pengaruh pada karya novelnya. Meskipun dikisahkan dengan berbagai konsep gaya bahasa, namun novel ini tetap dapat dicerna dengan mudah. Sebuah karya yang recomended untuk pecinta sastra modern sebagai masukan bagi mereka yang tengah bersiap berumah tangga pun bagi mereka yang ingin kembali merekonstruksi bangunan rumah tangganya agar lebih kokoh lagi dan lagi. Bagi yang ingin share, langsung saja kunjungi sosmed penulis, mama Ina (Agustina K. Dewi Iskandar) di:
twitter            : @inabicara
facebook        : www.facebook.com/agustina.iskandar   


Kamis, 15 Oktober 2015

BOJONEGORO BERBUDAYA SENI SASTRA, BOJONEGORO MENDUNIA

Doc. Burhanuddin Joe

Bojonegoro smangat berbenah
Bojonegoro tak henti berkarya
Bojonegoro semua pasti suka
Bojonegoro matoh...
(Penggalan lirik Bojonegoro Matoh - Kang Yoto)

Tahun ini, dunia seni budaya Bojonegoro penuh warna. Sempat dirundung kabar duka di akhir April dengan meninggalnya salah satu seniman terbaik, almarhum KGPHH Masnoen yang merupakan pelestari budaya Sandur Bojonegoro sekaligus pegiat seni yang banyak mencetak generasi seniman di Sanggar Laboraturium Sayap Jendela, bulan ini duka tersebut terselimuti prestasi membanggakan. Sosok eyang J.F.X Hoery, budayawan ternama yang aktif pada forum PSJB (Pamarsudi Sastra Jawi Bojonegoro) kembali menerima penghargaan langsung dari Gubernur Jawa Timur sebagai Pelestari Budaya dalam kesempatan upacara Hari Jadi Provinsi Jawa Timur ke-70 pada Senin, 12 Oktober 2015. Sebelumnya, eyang Hoery yang mansyur dengan ratusan karya sastra Jawanya baik berupa cerkak (cerita pendek) dan geguritan (puisi) ini pernah pula meraih penghargaan bergengsi sastra daerah, Rancage di tahun 2004. Dua sosok seniman sekaligus budayawan ini adalah contoh krontributor nyata yang bergerak berdasarkan kecintaannya untuk melestarikan budaya seni dan sastra Bojonegoro.

Bojonegoro!!

Daerah ini terkenal dengan begitu banyak potensi yang dimilikinya. Potensi sumber daya minyak Gayam-Wonocolo, hasil panen bawang merah Kedungadem, wisata alam Khayangan Api, Waduk Pacal, Kebun Belimbing termasuk juga potensi Batik Bojonegoro. Namun, diantara potensi-potensi tersebut, adat budaya adalah salah satu potensi yang perlu mendapat perhatian khusus dalam pengembangannya untuk dapat mengantar Bojonegoro lebih terkenal tidak hanya di kancah daerah tapi bahkan kancah dunia. Budaya hidup sehat, tertib lalu lintas, peduli lingkungan, gotong royong, sopan santun adalah beberapa contoh budaya yang hendaknya memang disadari secara personal oleh masyarakat. Sedangkan budaya yang perlu dilestarikan dengan cara saling bersinergi antar lapisan masyarakat untuk dapat mencapai tujuan go nasional atau bahkan go internasional diantaranya adalah budaya Bojonegoro membaca, bersastra dan berkesenian!.

Budaya baca yang berkaitan erat dengan dunia sastra di Bojonegoro banyak disuarakan oleh berbagai pihak baik secara perseorangan maupun dalam bentuk satuan komunitas. Beberapa LSM yang bergerak di bidang literasi juga kian banyak bermunculan. Sebut saja Sindikat Baca, Lesung, Atas Angin, Langit Tobo, Sinergi dan masih banyak lagi komunitas literasi lainnya yang begitu aktif melestarikan budaya ini. Pada umumnya, sasaran komunitas ini adalah untuk melestarikan budaya baca dalam cakupan lingkungan setempat. Hal ini perlu karena membaca adalah standart umum bagi manusia untuk memperluas wawasan yang otomatis berpengaruh pada kemajuan pola pikir terlebih dalam menghadapi persaingan di era modern yang serba canggih. Kebiasaan membaca biasanya akan berlanjut pada kegemaran seseorang untuk menulis. Menulis. Ya, menulis apa saja termasuk pendapat, ide, gagasan pemikiran, saran, kritik dan berbagai hal positif lainnya yang banyak diperlukan baik untuk kemajuan dirinya sendiri, kelompok atau bahkan masyarakat luas.


Doc. Shinta Ar

Dilain sisi, budaya seni juga mendapat tempat tersendiri dalam tatanan masyarakat Bojonegoro. Seni dianggap tidak hanya bersifat sebagai hiburan namun juga penyeimbang jiwa. Sayap Jendela merupakan salah satu wadah yang banyak mencetak generasi dengan berbagai macam jenis keahlian seni mulai dari teater, menggambar, memahat, musik, tari hingga fotografi. Pementasan teater, pameran karya dan tampilan musik dalam komunitas ini biasanya diagendakan dalam MLSJ (Malam Laboraturium Sayap Jendela). Beriringan dengan itu, ada juga jenis kesenian lain yang masih dijaga kelestariannya oleh masyarakat Bojonegoro seperti Tayuban, Sandur, Jaranan, Oklik dan musik keroncong. Pentas komunitas keroncong yang ada di Bojonegoro sendiri dapat dinikmati secara gratis di tribun alun-alun Bojonegoro di waktu-waktu tertentu. Dalam perjalanannya, komunitas keroncong Bojonegoro telah sukses mengadakan parade keroncong nusantara bersama komunitas keroncong lain dari beberapa daerah seperti Surabaya, Rembang, Tuban dan Jatirogo pada Sabtu, 10 Oktober 2015 lalu.


Sandur Kembang Desa Bojonegoro (Doc. Qodri R)

OKB (Orkes Keroncong Baru) -Doc. Shinta Ar-

Kesenian Oklik Bojonegoro (Doc. Qodri R.)

Pameran Seni MLSJ (Doc. Shinta Ar)

Saat ini budaya membaca dan berkesenian yang ada di Bojonegoro tengah berkembang dalam balutan Purnama Sastra. Purnama Sastra adalah wadah eksplorasi ekspresi bagi penikmat seni dan sastra untuk menunjukkan kebolehannya baik dalam pembacaan puisi, cerpen, teater bahkan tampilan musik. Kegiatan ini sempat menjadi ajang dialog seni budaya pada Februari 2015 lalu, dengan menghadirkan beberapa tokoh masyarakat diantaranya bapak Bupati Bojonegoro Drs. H. Suyoto, M.Si, Komisi III DPRI RI, Remy Sylado dan seniman sekaligus wartawan, Bapak Yusuf yang kini aktif berkegiatan di Jakarta. Selain itu, agenda Festival Bengawan Bojonegoro yang telah berjalan 2 tahun belakangan di setiap perayaan Hari Jadi Bojonegoro juga merupakan salah satu upaya pemerintah bersama seniman, sastrawan dan budayawan Bojonegoro untuk memperkenalkan sekaligus melestarikan budaya seni dan sastra di kalangan masyarakat dengan nuansa yang lebih merakyat.


Doc. Shinta Ar

Pengembangan pelestarian budaya baca, seni dan sastra kiranya dapat diupayakan lebih agar manfaatnya tidak hanya dapat dirasakan oleh warga Bojonegoro namun juga dunia. Upaya yang dapat ditempuh pemerintah, sastrawan, seniman beserta campur tangan masyarakat untuk mencapai tujuan tersebut  misalnya:
  • 1. Pembangunan fasilitas ruang baca secara lebih artistik dan menyeluruh (misalnya di terminal, rumah sakit, bank dan lain-lain) desertai dengan pengadaan buku bacaan yang lebih variatif.
  • 2. Pengadaan lomba menulis, bekerja sama dengan penerbit nasional ternama sehingga hasil karya terbaik dari peserta dapat dibukukan dan dipasarkan secara lebih meluas disamping digunakan sebagai arsip daerah.
  • 3. Pengadaan forum resmi yang berada di bawah bendera seni dan sastra untuk mewadahi jalinan silaturahmi sekaligus sebagai ajang pertemuan rutin perwakilan komunitas seni dan sastra di Bojonegoro guna berbagi pemikiran dalam melestarikan dan mengembangkan budaya baca, seni dan sastra.
  • 4. Pengadaan festival seni Sandur Bojonegoro berskala nasional (mencontoh agenda Grebeg Suro Ponorogo yang rutin mengagendakan festival seni tari Reog antar universitas).
  • 5. Pengadaan agenda rutin belajar seni dan sastra gratis bersama relawan seniman Bojonegoro di alun-alun Bojonegoro setiap Minggu pagi. Misalnya belajar menggambar dan mewarna bersama, belajar menulis cerpen, mendongeng dan sebagainya. Hasil karya peserta kemudian dapat dipajang di mading alun-alun Bojonegoro, gedung-gedung pemerintahan, fasilitas umum (mading bank, mading terminal, mading pasar, mading rumah sakit dan lain-lain) agar hasil karya tersebut dapat dinikmati masyarakat luas. Selain itu dibuka juga pelatihan seni tari gratis setiap minggunya untuk kemudian hasil pelatihan tersebut dapat ditampilkan di acara-acara pemerintahan.
  • 5. Pelestarian permainan tradisional dengan pengadaan agenda sekolah alam yang dapat diadakan di lingkungan tempat tinggal dengan relawan yang berasal dari karang taruna setempat.
  • 6. Menjalin jaringan informasi antar daerah terkait agenda-agenda nasional dan internasional yang berhubungan dengan bidang seni dan sastra. Misalnya update mengenai lomba ataupun event seni dan sastra sehingga pemerintah Bojonegoro dengan segenap bentuk dukungannya dapat mengirim delegasi untuk mengikuti kegiatan tersebut. Dengan demikian budaya seni dan sastra yang ada di Bojonegoro secara tidak langsung akan dapat dikenal secara lebih luas, tidak hanya dalam lingkup daerahnya saja.
Sekolah Alam di Dander (Doc. Shinta Ar)

Perkembangan zaman memang mesti disikapi secara positif, aktif dan saling bersinergi. Dalam upaya menduniakan budaya seni sastra yang ada di Bojonegoro, komunitas seni, sastra dan budaya Bojonegoro juga memerlukan peran dan dukungan penuh baik dari awak media (koran, majalah, radio dan TV lokal), masyarakat, pemerintah dan pihak-pihak terkait. Misalnya dalam hal update informasi, memposting kegiatan di dunia maya dan membangun jejaring sosial secara lebih mudah melalui media internet, diperlukan peran serta komunitas Blogger Bojonegoro dan Relawan TIK Bojonegoro beserta Dinas Kominfo. Program kegiatan yang lebih ber-nas dari DKB bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bojonegoro untuk kemudian dikembang wujudkan oleh komunitas seni dan sastra yang ada di Bojonegoro juga perlu di singkronkan. Dengan terciptanya kesadaran untuk peduli, tumbuh dan berkembang bersama, budaya seni dan sastra Bojonegoro akan lebih mudah diterima dan mendunia. Bojonegoro MATOH!!