Aku melihat tubuh lelaki itu. Aku hanya melihat. Melihat gerak tubuhnya
yang kian menggeliat. Biasanya aku sudah siap siaga menyambut awal harinya
dengan senyum, atau peluk hangat atau lebih sering dengan mengecup bibir,
melumat lidah dan menyesap liurnya yang tidak bisa dibilang beraroma sedap.
Tapi sungguh demi apapun, kali ini aku hanya bisa melihat.
”Hari ini aku membangunkanmu. Menunggumu bangun. Kau harus tahu bahwa aku
tidak lagi bisa terus membangunkan tidur dini harimu yang lelah. Kau harus tahu bahwa kemudian kau
akan terbangun dengan usahamu sendiri dan menyadari bahwa semua polemik ini akhirnya menemukan titik. Akhir
yang dramatis untuk setiap sket kisah yang telah pernah kita bangun. Begitulah.
Kenyataannya kita memang harus berpisah, kekasihku. Jika saja kau boleh
kuanggap kekasih.”
Dan hari-hari seterusnya adalah untuk berjalan melawan tidur, lebih
tepatnya untuk menghindari mimpi. Mimpi kisah-kisah masa lalu. Membuat mata agar tetap terjaga. Bahwa ini sebenarnya sudah sungguh sangat menyakitkan. Kumohon, jangan datang lagi, malam ini, malam esok dan selamanya. Jangan datang menelisip di mimpi, membumbungkan rindu, menggumpalkan air mata, aku tidak ingin dendam, aku hanya ingin memendam. Ah, seandainya cinta begitu mudah untuk dibinasakan!!