Kamis, 29 Januari 2015

Catatan Inspirasi -Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas- (Eka Kurniawan)

Aku melihat tubuh lelaki itu. Aku hanya melihat. Melihat gerak tubuhnya yang kian menggeliat. Biasanya aku sudah siap siaga menyambut awal harinya dengan senyum, atau peluk hangat atau lebih sering dengan mengecup bibir, melumat lidah dan menyesap liurnya yang tidak bisa dibilang beraroma sedap. Tapi sungguh demi apapun, kali ini aku hanya bisa melihat.

”Hari ini aku membangunkanmu. Menunggumu bangun. Kau harus tahu bahwa aku tidak lagi bisa terus membangunkan tidur dini harimu yang lelah. Kau harus tahu bahwa kemudian kau akan terbangun dengan usahamu sendiri dan menyadari bahwa semua polemik ini akhirnya menemukan titik. Akhir yang dramatis untuk setiap sket kisah yang telah pernah kita bangun. Begitulah. Kenyataannya kita memang harus berpisah, kekasihku. Jika saja kau boleh kuanggap kekasih.”

Dan hari-hari seterusnya adalah untuk berjalan melawan tidur, lebih tepatnya untuk menghindari mimpi. Mimpi kisah-kisah masa lalu. Membuat mata agar tetap terjaga. Bahwa ini sebenarnya sudah sungguh sangat menyakitkan. Kumohon, jangan datang lagi, malam ini, malam esok dan selamanya. Jangan datang menelisip di mimpi, membumbungkan rindu, menggumpalkan air mata, aku tidak ingin dendam, aku hanya ingin memendam. Ah, seandainya cinta begitu mudah untuk dibinasakan!!

Selasa, 20 Januari 2015

Lagu Api

Musim ke sepuluh
Diperantara MATA dan sepicik sinar
Tertelan didalamnya gulungan nanar
Dan sakit apabila bunyi didengingkan
API dari seberkas kilat jalar
Mengutuk ketuk pintu dan kantuk
Membuat sedak dan lagi mengguncang
Memainkan pertanda
Akan malam apabila ia teriring 
Serta ufuk apabila ia merunduk

Kamis, 08 Januari 2015

Rekam Jejak dari Om Yo..


Rekam jejak dari om Yonathan Rahardjo tentang komentar-komentarnya mengenai saya ^^

Dilacak di Jawa Pos Radar Bojonegoro mungkin akan ketemu cerpen Shinta Ar-dinta. Kalau memang pernah dimuat, pasti ketemu. sebagaimana aku melacak jejak Rumah Baca Sindikat Baca di salah satu cerpennya dengan nama Rumah Pintar. Kajian sosiologis berlaku di sini. Juga tentang orang-orang nyata di fiksi-fiksi cerpennya. Pasti kudapat mengenal Shinta di sini. Sebagaimana kumengenalnya dalam Tanggap Warsa PSJB, Kelas Luar Biasa I di SMPN 1 Baureno, dan lima kali pertemuan di Purnama Sastra Bojonegoro. Tanpa itu dari pembacaan cerpen-cerpennya memang terasa di sudah menggeluti sastra secara intens, dan itu kusebut sebagai dia tekun di luar hiruk pikuk selebritas sastra, yang kini kusebut digandrungi para penulis. 
(Sumber: https://www.facebook.com/yonathan.rahardjo1/posts/761501840604204)

Shinta Ar-dinta kaya akrobat kata, demikian ujar Danial. Saya tidak canggung menulis di sini lantaran tahu keterbukaan dan kedewasaan teman-teman Sindikat Baca. Mereka kaya pembacaan. Saling kritik saat menilai kawan wajar. Danial tahu itu, saya paham. Jadi memang begitulah saling asih di antara mereka seperti slogan Bojonegoro saat ini sebagai Kota Welas Asih. Entah apa tendensi Bupati ini. Yang jelas tulisanku di sini tak punya tendensi apa-apa kecuali menabung tulisan. 
(Sumber: https://www.facebook.com/yonathan.rahardjo1/posts/761494220604966)

Menurut guru bahasa Indonesia Taufiq Widodo saat kami berempat dengan Herry Abdi Gusti dan Santos Pak'e Zerli ngobrol di warung kopi depan SMP Ahmad Yani Baureno itu, Cerpen Shinta Ar-dinta dominan bicara tentang cinta. Ini dipengaruhi bacaan. Aku setuju. Menurut Herry, cerpen Shinta cerpen yang puitis. Aku juga setuju. Menurut Santo, sudah kusebut di tulisan sebelumnya. Sudah kukatakan aku juga setuju. Kesadaran kolektif memberi makna sebuah karya sastra punya nilai di mata pembacanya. Perbincangan karya gadis mekar bercinta ini memang membuat perbincangan warung kopi terasa berbunga. 
(Sumber: https://www.facebook.com/yonathan.rahardjo1/posts/762697740484614?comment_id=762718060482582&offset=0&total_comments=4&ref=notif&notif_t=mentions_comment)

Senin, 05 Januari 2015

Happy 05 HuJanuary ^^

Pada sebuah makam, yang daripadanya turut kau kubur rindu dendam akan ada yang kemudian tiada. Maka matilah! Kemudian kau bangun pada tiap-tiap kalender, sibuk mengamati angka hingga bergulir putar menunjuk periodik angka yang sama pada zaman yang berbeda. Membaca do'a-do'a. Memperingati hari mati tuan-tuan yang kau tuankan. Itu pula yang sering aku lakukan pada tiap peringatan. Salah satunya memperingati kata cinta yang dulu kau bisik rekam di gendang telingaku. Menyisa gemericik gemuruh akan sadar bahwa kini musim telah berganti. Tapi cintaku masih.. entah cintamu.. entah nanti.. entah (masih) ini.. entah sampai kapan. Entahlah! #‎Peringatan‬‪ #‎HuJanuari‬