Kamis, 06 November 2014

ORISINALITAS BENGAWAN BOJONEGORO TANPA “SOLO”


Pemandangan Bengawan Bojonegoro
di musim kemarau tahun ini

Menghadirkan sesuatu yang baru tanpa meninggalkan akar dari hal itu sendiri adalah ibarat mengenakan pakaian musim dingin di daerah Gurun Sahara. Aneh, tapi perlu dicoba. Masyarakat dewasa ini terlalu mainstream mengenal bengawan yang mengarak aliran air dari Solo ini dengan sebutan bahasa ibu "Bengawan Solo", padahal dalam tata letak, aliran bengawan ini juga telah memasuki daerah territorial Bojonegoro dan banyak wilayah lainnya. Jadi apabila dikemudian hari nama bengawan ini berkembang semakin luas terkait dengan daerah-daerah yang dilalui alirannya, semoga tidak menimbulkan masalah.

Bengawan Bojonegoro, demikian nama panggilan yang kini mulai diperkenalkan di telinga masyarakat umum adalah bengawan yang tidak bisa dipisah lepaskan akan kaitan dan andil besarnya bagi masyarakat khususnya masyarakat Bojonegoro. Bengawan yang dalam masanya pernah memeriahkan prosesi sedekah bumi ini memang sekiranya perlu mendapat perlakuan khusus sebagaimana bengawan itu sendiri telah berbagi berkah pun sekaligus musibah dalam keberadaannya.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa pada musim-musim tertentu, luapan air dari aliran bengawan ini adalah hal yang perlu diwaspadai namun juga diakrabi. Tidak jarang pula bahwa dampak penyakit, kematian dan kerugian materi menjadi pendamping setia dari rentetan musibah banjir luberan air bengawan yang meresahkan warga. Namun demikian, rasa cinta masayarakat Bojonegoro terhadap bengawan atau mungkin pada tanah kelahiran mereka, Bojonegoro, lebih besar dari rasa takut mereka akan segala kemungkinan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya warga sekitar bengawan yang masih memilih bertahan hidup berdampingan dengan bengawan.

Bapak pencari ikan "Jendhil" di Bengawan Bojonegoro

Bengawan Bojonegoro adalah hidup. Ini adalah kenyataan yang disadari atau tidak memang telah terjadi dalam tatanan masyarakat yang menggantungkan mata pencahariannya pada hasil bagi keramahan bengawan terhadap kelangsungan hidup mereka.  Tidak jarang ditemui banyak  pemandangan para pencari ikan “jendhil”, penambang pasir, petani yang menanam tanamannya ditanah sekitar areal bengawan atau bahkan pemilik warung kopi yang memanfaatkan daerah sekitar bengawan sebagai daerah strategis untuk mengais rupiah. Hal ini belum lagi diakumulasi dengan fungsi bengawan sebagai MCK umum  dan sumber irigasi utama warga. Bengawan Bojonegoro juga memberi ruang hidup bagi para perakit perahu tradisional, penjaga jembatan ”sesek” (jembatan yang terbuat dari anyaman bambu) serta tukang tambang perahu dalam membantu menghubungkan warga antar daratan agar senantiasa dapat saling terkoneksi.

Pemandangan Jembatan Kali Kethek
yang melintasi Bengawan Bojonegoro

Tidak main-main jika Bengawan Bojonegoro kemudian menjadi inspirasi dibangunnya jembatan-jembatan matoh seperti jembatan Malo, jembatan Jetak, Jembatan Glendeng, Jembatan Kali Kethek dan jembatan-jembatan lainnya sebagai penghubung arus roda ekonomi, sosial, budaya dan pola hidup bermasyarakat yang menunjukkan bahwa bengawan bukanlah pemisah, batas dan bahkan juga bukan alasan akan terputusnya segala akses komunikasi.

Sesi pemotretan dengan latar Bengawan Bojonegoro

Pesona Indahnya Bengawan Bojonegoro juga tidak luput dari mata para seniman untuk dapat mengekspose dan mengabadikan moment-moment penting di kawasan sekitar aliran Bengawan Bojonegoro. Penikmat seni fotografi misalnya, banyak mengambil latar bengawan sebagai salah satu fokus mereka baik untuk sekedar foto prewed atau pemotretan model dengan berbagai ragam busana dan make up.

Banyak potensi yang sebenarnya perlu di munculkan dari sisi Bengawan Bojonegoro untuk membuat bengawan ini lebih dapat dikenal sebagai bengawan milik Bojonegoro. Misalnya saja, Bengawan Bojonegoro memiliki banyak ciri khas dengan adanya Kebun Belimbing Ngringinrejo dan Bendung Gerak yang akan dapat menjadi pembeda antara Bengawan Bojonegoro dengan induk alirannya, Bengawan Solo.

Memperkenalkan Bengawan Bojonegoro dengan segala pesonanya di kancah dunia adalah bukan hanya menjadi tugas Bupati Bojonegoro namun juga kerjasama seluruh lapisan warga masyarakat. Kesadaran warga untuk menjaga lingkungan sekitar bengawan adalah suatu hal yang perlu, terlebih Kabupaten Bojonegoro juga tersohor dengan penghargaan Adipura yang perlu dipertahankan dari masa ke masa. Maka dengan potensi yang ada ditambah koordinasi dan kerjasama yang baik antar lapisan masyarakat, semoga Bengawan Bojonegoro akan lebih mengalir deras, menebarkan banyak manfaat dan semakin banyak dikenang sebagai bengawan milik Bojonegoro yang benar-benar MATOH!


4 komentar:

  1. bengawan solo itu panjaaaang banget yaaa...
    walau musim kemarau, arnya tetap banyak dan gak terlalu keruh^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih sudah mampir mbk Ar..
      Iya nih, kayak ular naga panjangnya bukan kepalang. ^^

      Hapus
  2. Saya juga pernah nyebrang bengawan solo. Airnya itu kok buthek ya. Saya juga senang dengan angin di sore hari yang bertiup pelan membawa aroma pasir dan suara-suara gemuruh airnya dan kecipak-kecipuknya dan laki-laki yang bertelanjang dada yang membawa sekantong plastik bening ikan-ikan yang entah apa namanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Penikmat Bengawan Bojonegoro juga ya Pak Tohir ini.. :D

      Hapus