Oleh : Shinta Ardinta
“Menawi
tiyang jaler ingkang kathah amale, mangke bakale dijanjeni kaliyan Gusti Allah
SWT, yen mlebet suwarga diparingi bidadari ingkang ayu parasipun kathahe 7.”.
Nyonyaku sedang asik memasak saat radio
yang menemani aktifitasnya di dapur, tengah sibuk menyiarkan suara pak kyai
disebrang sana yang entah dimana posisinya, berceramah tentang ganjaran amal
yang akan diberikan Allah kepada kaum adam yang beriman. Dan sejak mendengarkan
pengajian radio pagi itu, hari – hari nyonyaku seolah suram. Dia memutuskan
untuk berhenti tersenyum khususnya kepadaku.
***********************
Jaket
pink ini adalah jaketku yang terawet. Biasanya kalau punya jaket, tidak sampai
sebulan, pasti sudah ganti tangan dipegang orang. Lelah sendiri kalau harus
mengingatkan si peminjam yang sudah ketagihan dan kecantol sama jaket - jaketku
yang terdahulu. Jaket pink ini pemberian Nyonyaku, katanya bair awet.
Maklumlah, kebanyakan laki-laki normal memang menghindari warna pink dalam
setiap hal. Feminimnya itu lo… gak nguatin. !!. Tapi toh, aku cuek saja. Sebenarnya
sih, lebih pada malu yang tertahan, dan rasa sayang pada Nyonyaku yang lebih
besar daripada gengsi. Eh tapi benar lo, jaket pink dari Nyonyaku ini, awet
betul.
Lima belas tahun menjalani biduk rumah
tangga. Tidak pernah aku menemukan wajah Nyonyaku betah cemberut selama ini. Satu
minggu ini, mendadak si Nyonya seolah demo kepadaku. Sekalipun kopiku selalu
siap sedia tapi pola bicara Nyonya padaku berubah sebatas sepatah dua patah,
nadanya tidak enak didengar karena terkesan terpaksa, dan bicarapun sungguh
hanya pada poin yang penting saja. Tidurnya memunggungiku, dan sesekali dalam
malam, aku dengar si Nyonya menangis. Setiap kali aku tanya kenapa, selalu
jawabannya sebatas “tidak apa-apa”, tapi sungguh matanya yang mbendul itu, jelas tidak bisa tidak
apa-apa. Mulanya aku mengira Nyonyaku terkena masa sensitif gejala datang
bulan. Tapi aku tahu, ini bukan masanya Nyonyaku buat datang bulan.
***********************
Setiap
minggu, aku dan Nyonyaku selalu menyempatkan mengantar sedekah ke panti asuhan. Eee ra kethang ngasih cikhi-cikhi, tapi kegiatan itu
senantiasa aku rutinkan. Tapi kali ini si Nyonya enggan ikut.
Tidak
itu saja, setiap sesi do’a sehabis sholat fardhu, aku tidak pernah mendengar
lagi Nyonyaku mengaminkan do’a-do’aku. Malah yang terdengar adalah suara
tangisan Nyonya. Pikirku mungkin si Nyonya tengah musim ingin menghayati
do’aku, makanya sampai seguk-seguk begitu.
Karena susah nafas gara – gara nangis, makanya tidak terdengar suara amin itu,
tapi siapa tahu bathinnya tengah mengamini do’aku.
Semakin
aneh saja tapi ketika suatu saat aku sadar Al-Qur’an ku tidak kutemukan di
tempat biasa. Saat aku tanya ke Nyonya, katanya dia tidak tahu. Belakangan aku
tahu ketika membuka lemari baju, ditumpukan baju Nyonya, ada benda aneh yang
mengganjal dan ternyata itu adalah Al-Qur’an ku. Tapi buat apa juga Nyonya
melakukan ini ?
***********************
Malam
ini cuaca dingin menusuk tulangku yang mulai merenta. Kupinta si Nyonya untuk
membuatkanku secangkir kopi hangat. Jaket pinkku masih melekat ketika si Nyonya datang menyodoriku kopi. Aku
terima kopinya sambil memandangi Nyonyaku yang bergelagat resah dengan wajah sendunya,
duduk disampingku.
“Sampeyan
itu kenapa to nyah ? wajahmu itu lo belakangan ini kok seasem sayurmu ?”
Mendengar pertanyaanku, mendadak meledaklah tangis Nyonyaku seketika itu. Jelas aku bingung, apa yang salah dengan ku sampai sebegitunya Nyonyaku menangis. Air matanya yang serupa bendungan jebol sudah tak bisa ditawar -tawar lagi.
Mendengar pertanyaanku, mendadak meledaklah tangis Nyonyaku seketika itu. Jelas aku bingung, apa yang salah dengan ku sampai sebegitunya Nyonyaku menangis. Air matanya yang serupa bendungan jebol sudah tak bisa ditawar -tawar lagi.
“Sampeyan
kenapa nyah ? saya ada salah ya sama sampeyan
? matur o to nyah, biar saya tahu
salah saya dimana ? jangan nangis terus, saya bingung nyah !”
Kupeluk
Nyonyaku sambil memohon-mohon agar dia berhenti menangis. Nyonyaku balas
memelukku begitu erat. Kudengar si Nyonya tengah berusaha menghentikan
tangisnya dan mengatur nafas. Dengan tersengal-sengal Nyonyaku berkata :
“Saya ndak
rela pak, saya takut kehilangan bapak !”
“Takut kehilangan bapak pie to nyah ? bapak kan ndak
kemana-mana, bapak kan masih disini sama nyonya.”
“Takut bapak lebih sayang sama calon bidadarinya
bapak, trus bapak lupa sama nyonya”
“Calon bidadari yang mana to nyah ? bidadarinya bapak kan cuma nyonya, mana ada yang lain?
apa ada yang bilang bapak ini selingkuh? Apa benar begitu makanya nyonya merajuk sama bapak lama betul ?”
Tangis
Nyonyaku meledak lagi, dipeluknya aku erat-erat, diciuminya wajahku sampai
puas. Lagi-lagi dengan nafas yang masih tersengal nyonya berusaha berkata :
“Saya ndak rela bapak masuk surga pak. Saya ndak rela bapak poligami sama tujuh bidadari sekaligus. Selama ini kan yang ngurusin bapak itu saya, kalau bapak sakit kan yang ngurus juga saya, kalau bapak minta dipijitin kan saya selalu bersedia. Kemana saja calon bidadarimu itu selama ini pak ? enak saja mau main rebut bapak seenaknya. Giliran di dunia, pas lagi masa susah-susahnya, mana ada calon bidadarimu itu mau menemanimu pak ? giliran masuk surga saja, mereka tinggal enak saja mau leha-leha sama bapak. Saya sedih pak. Pokoknya saya ndak rela bapak masuk surga. Titik.”
“Saya ndak rela bapak masuk surga pak. Saya ndak rela bapak poligami sama tujuh bidadari sekaligus. Selama ini kan yang ngurusin bapak itu saya, kalau bapak sakit kan yang ngurus juga saya, kalau bapak minta dipijitin kan saya selalu bersedia. Kemana saja calon bidadarimu itu selama ini pak ? enak saja mau main rebut bapak seenaknya. Giliran di dunia, pas lagi masa susah-susahnya, mana ada calon bidadarimu itu mau menemanimu pak ? giliran masuk surga saja, mereka tinggal enak saja mau leha-leha sama bapak. Saya sedih pak. Pokoknya saya ndak rela bapak masuk surga. Titik.”
Ingatanku
kembali pada peristiwa pagi hari itu, suara ceramah pak kyai di radio itu dan
ucapan beliau tentang ganjaran 7 bidadari untuk kaum adam yang beriman. Ku
kaitkan semua peristiwa tentang peristiwa do’a seusai sholat, Al- Qur’an yang
disembunyikan Nyonya, mungkin saja itu karena Nyonya tidak ingin aku masuk
surga dan bertemu bidadriku. Aku manggut-manggut, rupanya selama ini Nyonyaku
cemburu pada calon bidadariku.
“Oalah nyah, lha wong bapak ini masuk surga aja
belum karuan bisa, kok nyonya mikirnya sampai kesitu. Yang penting itu sekarang
nyonya senyum dulu sama bapak. Bapak kangen sama senyum nyonya.”
Nyonyaku
mesam-mesem, aku juga mesam-mesem. Oalah,
lha tapi kok jaket pinkku kebak banyu, iki banyu luh apa banyu sentrupane
nyonyah. Aku meringis.
“Memangnya nyonya gak mau nemenin bapak masuk surga ya ?”
“Memangnya nyonya gak mau nemenin bapak masuk surga ya ?”
“Lha bapak kok matur
begitu ?”
“Lha nyonya masak tidak tau, nanti kalau nyonya rajin
ibadah juga kan kita bisa ketemu lagi disurga. Nyonya nanti bisa jadi bidadari
bapak juga disana”
“Tapi kan tetep nanti nyonya nantinya dimadu sama
bapak. Kan jatahnya setiap laki-laki mu’min itu dapat 7 bidadari to pak, kalau yang satu nyonya, nanti
kan berarti masih ada 6 lagi.”
“Lha kan mending nyah, nyonya masih masuk satu
diantaranya. Lha daripada enggak sama sekali malah repot to nyah, malah nyonya gak bisa ketemu bapak sama sekali disana. Katanya
nyonya fall in love sama bapak, takut kehilangan bapak ?”
“Bapak iki
pie to. Nggih pun nek bapak keukeh pingin masuk surga, mau ketemu sama
bidadari selingkuhannya bapak itu ya monggo.”
“Nyonya kok matur
e ngono to nyah. Lha nyonya masak yo
tego yen bapak mlebu neroko?”
Nyonyaku nangis lagi. Kepalaku semakin pusing tapi bathinku ya rada kepingkel lihat sikap e Nyonya. Mendadak Nyonyaku meneng cep. Sesaat tengah kudapati matanya yang tengah mengoreksi wajahku. Lamat-lamat aku dengar Nyonya berkata,
Nyonyaku nangis lagi. Kepalaku semakin pusing tapi bathinku ya rada kepingkel lihat sikap e Nyonya. Mendadak Nyonyaku meneng cep. Sesaat tengah kudapati matanya yang tengah mengoreksi wajahku. Lamat-lamat aku dengar Nyonya berkata,
“Kalau di surga ada bidadari buat bapak, berarti
nanti nyonya juga dapat jatah malaikat to
pak ?”
Hadeeeeeehhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh…………………
Tidak ada komentar:
Posting Komentar