Selasa, 05 Februari 2013

SHE IS YOUR "FRIEND"


Aku menangis segala jadi dalam hujatan rasa yang membentak. Ingatan itu selalu saja membangkitkan anak-anak benci yang membeludak. Aku ingin membenci jika boleh. Tuhan mengapa aku benci?.
Sesekali dalam tidur, linangan ini kerap turut menghibur. Menghibur jalan buntu yang mencekat alur nafasku. Jadi mana mungkin aku bisa lupa?. Sedang dia bukanlah orang yang kau perbolehkan untuk kubenci. Sebuah polemik yang akhirnya menyudutkanku pada satu titik ”salah”.
*****
            Malam itu kita berbincang. Aku tahu jarak antara kita tengah mengajak kita untuk hanya bisa saling menerima rekam suara tanpa perlu berhadapan empat mata. Aku masih ingat dulu bagaimana ketika malam menjelang, kau sempat bercerita untuk harus segera menolong dia yang tengah mengalami kecelakaan kecil. Jadi akhirnya kau berangkat, dan menjemputnya, dan mengantarkannya sampai rumah, dan juga menemui orang tuanya, dan berbincang, DAN ITU BELUM PERNAH KAU LAKUKAN PADAKU.
            Aku kembali pulih untuk kesekian kali dalam diam yang geming, Bahwa aku akan baik-baik saja. Bahwa kau akan selalu menyayangiku dan semua akan baik-baik saja. Jadi akhirnya kau kembali bercerita tentang dia yang kini tengah membina hubungan yang sama rumitnya dengan kita. Aku mengamini keadaan itu dan kembali membenamkan egoku dan rasa posesif yang menghebat.
            Tapi lantas terulang lagi hal lain yang lebih menyakitkan. Dalam taraf ukuran seorang yang kau nyatakan ”hanya teman”, apakah lantas pantas untuk lancang memeriksa seisi tasmu? Atau Hpmu ? dan foto-fotonya disana, dan caramu membiarkan dia. Baiklah, aku juga cukup tahu dari bahwa aku hanya seorang pacar yang tengah menjalani hubungan LDR, jadi mungkin aku memang tidak perlu tahu betapa akrabnya kalian dan memang seharusnya akrab. Itu bagus kan?
            Lalu aku bertanya, seandainya aku yang melakukan hal itu pada kekasihnya, apa lantas dia terima?. Aku masih terhenyak sekali lagi kutelan bola volly dengan volume penuh kecewa pada lumatan bibirku yang tidak seberapa.
            Aku ingat betapa senang hatiku kala hadiah kiriman dari sahabatku telah sampai ditanganmu, dan lalu belum sempat kau berikan padaku dan lalu dia terburu lancang mengoreksi isi tasmu dan menemukan hadiah itu, dan membukanya, dan membacanya dan memebriku bekas tangannya, dan kau biarkan itu begitu saja. Dari situ aku mulai memahami bahwa teman dan pacar mungkin memiliki daerah kekuasaan yang sama lancangnya bagimu.
            Sekali lagi dalam pembelaan yang tidak aku mengerti, atau kau rasai itu hanyalah sebuah klise sadis yang tersembunyi dalam kaitan yang aneh. Atau mungkin aku juga begitu. Menyakitimu dengan begitu? Membiarkan orang lain lebih penting darimu? Menyerahkan yang seharusnya untukmu? Sebegitukah aku hingga harus selalu menahan murkaku?.
            Aku berusaha bersikap manis kepadanya, tapi mungkin bersitan egois dan kecewaku tidak bisa menyembunyikan semuanya sebaik kau atau dia yang akan saling membela. Entahlah. Mungkin aku memang berlebihan. Atau kalian yang keterlaluan?
Seperti namaku, aku adalah sosok yang ”tidak dikenal”.  –MAAF TELAH MEMBUAT SEMUANYA JADI SERBA TIDAK NYAMAN- 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar