Ada sekejap rindu yang kutahan-tahan.
Tulisan-tulisan yang terus menumpuk menunggu kepastian.
Doakan ya..
Semoga setelah detik ini semua serba terkondisi
Aku juga masih ingin terus berbagi.
*Hmm.. lama gak posting, rasanya grogi juga. Semoga masih hafal-hafal ingat cara gunanya.
MY WORDS MY WORLD
Seni. Sastra. Karya. Eureka!!!
Sabtu, 10 Maret 2018
Sabtu, 25 Juni 2016
TENTANG SENI MEMPERCAYAI
Di titik ini,
aku ingin mencatat
Sekedar
mencatat secuil berkas ingat:
Sarah,
Putri
pertamaku, tengkurap sempurna dengan jerih payahnya sendiri tepat ketika
usianya menginjak 3 bulan lebih 7 hari. Tertanggal 14 Maret 2016 dan kala itu
magrib. Kemudian ia mulai mampu mendongak dan menahan beban tubuh atasnya
dengan kedua tangan ketika tengkurap. Sejak itu ia menyukai gaya mandi
tengkurap dan gerakan kaki yang berkecipak.
01 Juni di
tahun yang sama, ia berhasil mengangkat pantat dan bersiap merangkak. Sejauh
ini ia masih mencoba. Sama seperti ketika ia telah mampu melampaui yang
sudah-sudah. Mengucapkan beberapa patah kata, "mamama",
"maem", "mbah", "yah", "tatata" dan
entah apalagi nanti.
Aku menikmati
setiap waktuku dengannya. Ia cantik. Lesung pipinya manis sekali. Ia
berkedip-kedip, memberi senyum atau terkadang turut menautkan kedua alisnya
ketika menatapku sambari menyusu. Ia cerdas dan supel. Ia sangat sering
tersenyum kepada siapa saja, dan hampir selalu mau diajak siapapun yang
berusaha menarik perhatiannya. Tentu itu tidak berlaku jika ia mengantuk.
Sarah,
Putri kecilku,
ia bermasalah dengan susu formula.
Ia telah
melewati fase ASI eksklusif dan kala itu hampir Ramadhan. Aku bersiap
memperkenalkan lidahnya dengan beraneka rasa asing yang tentu baru ia coba.
Awalnya, kupikir susu formula akan banyak membantu mengatasi rasa hausnya
ketika kelak aku berpuasa. Sedang mungkin ASI-ku tidak berkapasitas seperti
biasa. Ternyata tidak. Aku salah. Sarah muntah parah, tubuhnya timbul bercak
merah. Segera kutemui bidan, mencari obat, berkonsultasi dan hasilnya.. kini
puasaku hampir tuntas, putriku ternyata begitu cerdas. Aku memberinya MP-ASI,
mencicipinya air putih, mengenalkannya beraneka rasa buah dan ia begitu
bahagia.
Sarah,
Ia mengajariku
banyak. Salah satunya adalah belajar percaya.
Percaya bahwa
ketika kamu memiliki "bayi", rumahmu akan tetap rapi.
Percaya bahwa
ketika kamu memiliki "bayi", kebutuhanmu akan tetap tercukupi.
Percaya bahwa
ketika kamu memiliki "bayi", suamimu akan setia mendampingi.
Percaya bahwa
ketika kamu memiliki "bayi", semua akan tetap mampu teratasi.
Ya,
Sarah
membuatku percaya, bahwa ia juga layak untuk dipercayai. Aku harus percaya
bahwa ia sehat, ia mampu, ia cerdas, ia baik, ia sholehah dan ia menyayangiku.
Seperti halnya Allah memberi kepercayaan padaku bahwa aku mampu menjadi ibu
yang (semoga) baik untuk Sarah.
Ini semua
membuatku semakin percaya, bahwa apa yang kita percayai, secara tidak sadar
akan terwujud nyata dan sama seperti. Sungguh, Allah Maha Baik.
"Nak,
orang lain berhak meragukanmu,
itu tidak masalah
yang terpenting
JANGAN PERNAH MERAGUKAN DIRI DAN KEMAMPUANMU SENDIRI
Sarah BISA, Sarah anak yang BAIK, Sarah anak
yang CERDAS, Sarah anak SHOLEHAH.
Mama sayang SARAH banget!!!!!"
Selasa, 19 Januari 2016
Mengenang 2015, Menggenggam SARAH!
Saya yakin, sosok wanita karier pun juga mendamba memiliki cukup waktu mengurus rumah tangga dan menikmat kasih sayang bersama suami dan putra-putrinya di tengah gempuran pekerjaan yang menyita banyak waktunya. Bagi saya, wanita karier yang tetap peduli terhadap kewajibannya sebagai ibu dan istri adalah wanita super. Yah, hidup kadang mesti begitu, tidak semua laki-laki langsung mendapat pekerjaan bagus dan mampu mencukupi kebutuhan keluarga untuk kemudian dapat memposisikan istrinya "cukup di rumah saja" sehingga bukan hal yang salah jika akhirnya sang istri mesti turut bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup dan gulir perekonomian keluarga. Namun kadang tidak melulu perkara mencukupi kebutuhan hidup, saya juga tidak dapat membayangkan bagaimana seandainya dunia tanpa perawat, tanpa bidan, tanpa dukun pijat perempuan dan lantas, bagaimana dengan nasib saya...
Pernikahan benar-benar telah
membawa berkah tersendiri dalam kehidupan saya. Setelah segala jenis keruwetan
dan berbagai sensasi pekerjaan saya lakoni, akhirnya saya mesti mengabdi utuh
untuk suami dan rumah tangga saya. Alhamdulillah sekali memang, saya memiliki
sosok suami bertanggung jawab dan berpenghasilan cukup "versi saya"
sehingga saya tidak keberatan saat suami meminta saya cukup menjadi Ibu Rumah
Tangga, belajar beraneka ragam menu masakan dan mempersiapkan generasi super
dengan berbagai ilmu dan pengalaman yang kami miliki. Allahu Akbar, Fabiayyi
ala irobbikuma tukadziban.
Sarah diproses dengan begitu
cepat dan tanpa di sangka-sangka. 18 Maret 2015 saya menikah, 22 Maret 2015
saya resmi pindah ke Madiun dan awal April kabar kehamilan itu datang. Sungguh
super. Awalnya saya mengira bahwa saya mederita masuk angin akibat rasa lelah
seusai "boyongan", hingga dipanggilah dukun pijet bernama nenek Sipon.
Namun kemudian, saya terserang rasa mual, mudah letih dan itu yang kemudian
mengusik jiwa usil suami saya untuk membeli test pack yang hasilnya sungguh
memukau. Saya hamil. Saya sempat panik saat bidan menyatakan saya hamil satu
bulan padahal saya baru 2 minggu berumah tangga bersama suami. Usut punya usut
hitungan itu dimulai dari tanggal terakhir saya pms. Wew. Hamil. Suatu hal di
luar dugaan yang memporak-porandakan susunan acara traveling saya. Pun akhirnya
kami tutup juga dengan penuh rasa syukur Alhamdulillah.
Selama hamil Sarah, hampir 5
bulan perut saya hanya mampu menerima asupan pentol, susu hamil dan obat dari
bidan. Saya mual parah, muntah hingga tidak ada yang mampu dimuntahkan selain
rasa pahit dan liur berwarna putih. Hampir setiap hari saya menangis dan suami
saya bingung menenangkan dan hampir setiap kali juga saya berdoa agar diberi
janin kembar sepasang agar kemudian saya tidak perlu hamil lagi dan merasakan
sensasi kengerian ini. Ya, setiap kali pula suami saya mengingatkan agar saya banyak
bersyukur mengingat masih banyak pasangan diluar sana yang begitu mendamba
hadirnya buah hati. Begitulah lantas saya menikmati proses.
Sejak dikandung badan, Sarah
memang bisa dibilang jabang yang tangguh. Usia satu bulan kehamilan saya rikueh
PP ngebis Madiun-Bojonegoro dengan sensasi jalan mendadak dangdut guna mengurus
surat pindah saya dan dilain kesempatan juga motoran dengan rute yang sama
untuk memenuhi undangan hajatan salah satu rekan. Masuk bulan kedua, saya dan
suami masih asyik motoran pergi ke candi Cetho dan yang paling super adalah
saat masuk kehamilan bulan ke 4 hingga 5, saya ikut camping dan sahur on the
road bersama konsulat Madiun alumni Gontor yang tak lain adalah rekan sepondok
yang sudah seperti saudara bagi suami saya. Ibarat negeri 5 menara, mereka
terdiri dari 8 sekawan. Sebagian sudah berumah tangga dan beranak pinak, sebagian
lagi masih jomblo. Lucunya, 5 dari 8 kawanan yang sudah menikah ini, semuanya
dikaruniai anak pertama perempuan. Mungkin ini sebagai kado akibat selama masa
6 tahun di pondok, para bapak ini hanya menemu lautan lelaki kali ya. Hehe.
26 Juli di usia kehamilan menuju
5 bulan, kami mengadakan acara resepsi pernikahan di Madiun karena memang
sebagai anak bungsu dari 8 bersaudara, keluarga besar suami yang rata-rata
berdomisili di luar Jawa baru bisa berkumpul di moment libur panjang sekolah
dan hari raya tersebut. Terbayang kan betapa lelahnya aura resepsi, apalagi
resepsi ala orang desa berlangsung sehari penuh siang-malam. Belum lagi prosesi
bersih-bersih rumah mandiri yang menyita waktu hampir 5 hari karena memang
seusai resepsi, saudara langsung pulang memburu tanggal 27 yang merupakan hari
pertama masuk usai libur panjang dan tentu para tetangga yang sibuk "rewang" pun menyudahi masa
"ngerewanginya" seiring usainya dengung sound resepsi. Yah, menikah
itu memang yang paling melelahkan adalah "bersih-bersih seusai
acaranya", ditambah di rumah hanya ada saya dan suami, ibu mertua yang
rumahnya bersebelahanpun sudah sangat sepuh. Untungnya waktu itu ada mas Kholik,
ponakan suami, anak dari kakak pertama yang bersedia bantu bersih-bersih rumah
juga. Alhamdulillahnya, saya punya kebiasaan buruk yang begitu dimaklumi suami,
yaitu setiap ada acara besar dan seusai bepergian, saya lebih suka mempercayakan
urusan baju kotor ke laundry edisi paket komplit. :D
2 Agustus jam 3 pagi saya dan
suami nekat motoran ke Pacitan dan lanjut hingga menembus Trenggalek guna
refreshing dan anggap saja sekaligus merayakan HUT suami yang jatuh 3 hari
kemudian. Jam 8 malam kami sampai rumah dengan selamat. Disusul kemudian
tanggal 6 Agustus saya mesti kembali ke Bojonegoro karena adanya acara resepsi
adik saya disana. Yah, 2 minggu yang hampir tanpa jeda yang kemudian
menyadarkan saya bahwa jabang saya ini ternyata anteng kalau diajak bepergian
sekalipun sikon tubuh saya menolak asupan makanan. Setelahnya, karena si perut
yang semakin membuncit dan alhamdulillah kami belum punya mobil yang artinya
kalau bepergian naik motor bakal rikueh banget nggak bisa peluk suami dari
belakang, maka dengan itu sesi jalan-jalan dibatasi hanya sekedar sampai
seputaran kota.
Jujur, selama hamil banyak
masukan yang saya abaikan semisal trisemester awal kehamilan dilarang kecapaian
tapi toh saya bismillah saja melancong sini sana, ada juga dengung perihal
mesti jauh-jauh dari kucing padahal di rumah banyak kucing, orang hamil mesti rajin jalan pagi, well yang ini masih sedikit saya taati walau cuma saya lakoni di hari Minggu bersama suami
karena di hari lain saya mesti buru-buru ke pasar dan masak sebelum suami
berangkat kerja. Lagipula, saya pikir bersih-bersih rumah, nyapu dan ngepel
juga sama sehatnya seperti rutin jalan pagi. Bisa dibilang saya
"bandel" sekali tapi bukan berarti tanpa arti karena diam-diam saya
pasrah saja pada yang menggaris hidup dengan beribu do'a. Allah Maha Kuasa,
kadang orang yang sudah teramat berhati-hatipun bisa juga tertimpa musibah jika
Ia berkehendak.
Hingga pada suatu ketika, Minggu,
6 Desember 2015 saya masih menikmati sesi jalan pagi, posting foto di fb dan
juga sensasi lezatnya ngidam pentol. Semuanya berjalan normal, tidak ada
perasaan apapun, hanya rasa lelah yang hebat yang membuat saya malas makan dan
memilih tidur siang hingga pulas. Menjelang magrib, ada rasa ingin pup yang tak
tersampaikan dan saya masih sehat wal afiat pun masih dilanda aura malas makan.
Seharian itu saya ingat betul, saya hanya makan pentol, seporsi nasi dan mie
instan. Menjelang jam setengah sebelas malam ketika saya kebelet pipis, saya
panik. Bercak darah itu muncul. Saya terburu membangunkan suami saya yang tidak
biasanya tidur lebih awal. Suami saya dalam keadaan setengah sadar berjalan
mengetuk pintu rumah ibu, bercerita kalau saya bla-bla-bla, ibu mertua saya
bilang kalau itu wajar, kata ibu, paling lahirannya 3 hari lagi. Suami saya
otomatis lebih percaya kata ibunya yang sudah berpengalaman hingga beranak 8.
Tanpa rasa panik dan mungkin sikon setengah sadar, suami saya dengan santainya
menyuruh saya tidur kembali karena dikiranya saya mengalami kelelahan akibat
bermain di taman dan rutinitas saya sehari-hari sebagai IRT.
Saya sedih, panik, sekaligus
khawatir terjadi apa-apa pada si jabang dan tapi suami dan ibu mertua saya
santai sekali. Satu-satunya hal yang bisa saya lakukan hanya menangis, bukan
karena sakit, tapi karena nelangsa kok suami saya cuek sekali. Haha. Akhirnya
karena tidak tega, tepat jam sebelas malam suami sayapun mengalah dan segera
menghubungi bidan. Benar saja, setelah sampai di bidan ternyata saya sudah
mengalami pembukaan 5. Suami saya seketika terkejut, pikirnya tadi saya akan
tepat lahiran menurut HPL yaitu tanggal 15 Desember, oleh karenanya dia begitu
santai. Well, suamipun bergegas mengambil tas berisi perlengkapan lahiran yang
sudah saya siapkan jauh hari, ibu mertua saya yang memang sudah sepuh, bercucu
20 dan bercicit 10, saya minta sholat tahajut seperti yang rutin beliau
lakukan, tak lupa saya minta restu semoga proses persalinan saya dilancarkan.
Saya melarang suami menghubungi
orang tua saya dengan alasan sudah larut malam dan saya tidak ingin membuat
mereka terutama ibu saya panik. Walhasil selain ibu mertua, suami saya lantas
menghubungi mbak Khom dan bang Salim, kakak kesayangannya yang selama ini
memang banyak membantu tanpa pamrih. Sedikit sisipan cerita tentang ngidam,
selain hobi makan pentol, saya memang
kepikiran kalau punya anak perempuan ingin seperti anak perempuan mbak
Khom, Fatma Salim alias Ling Erl. Alasannya, keponakan saya yang satu ini super
rajin, cantik, pandai ngemong ke 3 adiknya, hobi masak, sederhana, pintar
sekaligus hafidzah juz amma dan saat ini dia sedang berusaha menghafal
Al-Qur'an. Pokoknya Subhanallah deh.
Singkat cerita, 7 Desember 2015
hanya berselang 2 jam 40 menit tepatnya jam 01.40 WIB, Sarah Shidqi Ardinta
lahir secara normal di hari Senin Kliwon dengan BB 2,9 kg dan PB 46 cm. Sebuah
proses mengharukan yang disaksikan suami, bidan dan 2 asistennya secara live
dan penuh iringan do'a. Hasbunallah wanikmal wakil, nikmal mawla walatuashir.
Kalimat itu tak henti saya sebut ditengah dera sakit punggung yang menghebat.
Alhamdulillah, alhamdulillahirrabilalamin finally she was come. Sarah menangis
kencang dan tapi langsung terdiam sesaat setelah ayahnya mengumandang adzan dan
iqomat. Sarah kemudian diletakkan di dekapan saya, begitu tenang dengan keasyikannya
mengemut jemari tangan sambari mata lebarnya bergerilya mengamati suasana baru
sementara bidan sibuk menjahit berkas luka persalinan saya. Yep, moment paling
haru itu terjadi. Suami saya sempat terisak, mengucap syukur, mengecup kening
saya dan putrinya berulang dan menyelip kata "terimakasih" entah atas
apa.
Saat lahir, Sarah terlilit tali
pusar dan punggungnya penuh dengan gajih, kata bidan itu mungkin dampak hobi
makan pentol. Hahaha. Tapi rambutnya lebat dan alhamdulillah kerak kepalanya
sedikit sekali. Perihal ini, saya memang hobi masak kolak kacang hijau dan
hampir setiap hari mengkonsumsi air kelapa pemberian cuma-cuma tukang sayur
langganan saya. Disamping itu, Sarah punya sepasang lesung pipit dan mata yang
indah menurut saya. Tapi yang terpenting, Sarah sehat.
Saya dan Sarah langsung diizinkan
pulang hari itu juga setelah Sarah selesai dimandikan. Keesokan paginya, saya
sudah mulai belajar memandikan Sarah. Karena saat itu pusarnya belum
"pupak" maka saya hanya berani memandikan dengan metode sibin (di lap
pakai air hangat), hari Kamis 3 hari saat pusarnya sudah "pupak",
saya kembali belajar memandikan Sarah dalam bak mandi bayi.
Seminggu pertama sejak kehadiran
Sarah, saya kembali hobi menangis. Kali ini karena saya merasa kasihan melihat
suami mesti rela cuci piring dan tidur terpisah dari saya. Kehadiran sahabat,
baik yang jauh maupun dekat, menyempatkan untuk menjenguk Sarah membuat saya
kian terharu. Apalagi di tambah mesti melihat pemandangan ibu mertua yang
kembali masak karena saya benar-benar nggak sempat masak kecuali hanya sebatas
goreng-goreng. Begitulah. Semenjak ada Sarah, ada beberapa hal yang kian
semarak. Saya jadi sering menggunakan mode aeroplane pada smartphone saya
karena khawatir akan efek radiasi yang ditimbulkan khususnya bagi Sarah.
Aktifitas begadang saya berganti dari searching kuis menjadi ganti popok pipis.
Meski begitu, saya masih rutin menjalani kewajiban saya bebersih rumah dan
sebagainya. Memiliki bayi, bagi saya bukan alasan untuk membiarkan rumah dalam
mode "berantakan". Justru sebaliknya, semangat kebersihan dan
kerapian harus kian digalakkan agar pikiran tidak ikut "awut-awutan".
Memiliki anak itu repot tapi
lebih repot lagi kalau tidak punya anak. Bismillah, harapan saya saat ini
semoga saya dan suami diberi kemudahan memberi pendidikan terbaik untuk Sarah
dimulai dari mengerahkan segala hal yang kami bisa. Kelak Sarah tidak harus
menjadi anak yang pintar dalam segala hal, yang terpenting Sarah mestilah
pandai membawa diri dan bertanggung jawab atas segala hal yang dilakukannya.
Semoga ia menjadi putri yang kuat iman, jujur dan berlimpah syukur. Barakallah,
anakku.
Minggu, 06 Desember 2015
LUCKY ME!!! :)
Hampir 2016, semuanya serasa begitu cepat. Kita bersama sejak 6
Mei 2009, 6 bulan kemudian kau
memutuskan melanjutkan hidup di Jambi dan aku bertahan di Madiun, menuntaskan
SMA ku. Juni 2010, aku hijrah ke Bojonegoro dan kau kembali berpeluk Madiun, Desember
di tahun yang sama. Kita masih bersama, dengan jarak yang tidak lagi seberapa
tapi tetap saja menyita banyak waktu temu kita. Kadang kita bertemu 3 bulan
sekali atau bahkan hanya pada moment hari nan fitri. Hidup terus bergejolak,
kita mencari jati diri, menemu banyak tragedi dan akhirnya memutuskan untuk
berhenti. Oktober 2014, aku menuntaskan jenjang S1 ku dan setelahnya rejeki
seperti di hujankan pada kita bertubi-tubi, meski untuk menebusnya, kau mesti
berpuasa hingga 2017 nanti. Motor baru, rumah baru, tantangan melamar dari
keluargaku yang kau sanggupi di 11 Januari kala tahun berganti, pernikahan
ajaib 18 Maret yang menguras hati dan kabar hamil di April, menyumpal
menggenapi rejeki. Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan. Panik, bahagia,
bingung atau entah bagaimana. Yang aku tahu, 2017 memang masih terasa lama,
untuk hitungan hutang yang mesti kau tebus lewat cicilan. Aku bersyukur,
setidaknya kau bukan penganggur, ada pekerjaan tetap yang kau selingi dengan
sampingan. Sebuah alasan, yang selalu kau ajukan untuk membuatku tetap tenang
ketika aku bersikeras ingin turut menambah dana perekonomian. Kita memang
berkecukupan. Allah mencukupkanku lewat usahamu. Kau menempatkanku selaksa ratu
dan selalu begitu.
Aku tidak membayangkan bagaimana rasanya serumah dengan mertua,
hidup penuh sungkan dan bermanja mungkin harus bersembunyi di sebatas kamar
tidur saja. Kau membuatku tidak perlu merasakannya. Aku tidak membayangkan
bagaimana rasanya bersuami egois dan suka mencela, kau terima aku walau aku tak
berpostur tinggi lagi putih cantik jelita. Sungguh kau tidak pernah
mempermasalahkannya. Kau membuatku tidak perlu merasakannya, kau mencukupkan
keperluanku semampu yang kau bisa. Aku tahu kau selalu berusaha.
Pada titik di mana kau tidur lelap, aku suka memperhatikan wajah
lelahmu yang terasa sangat. Aku masih sukar percaya, untuk perkara bahwa kini
kau suamiku adanya. Sosok yang bisa kupeluk erat kapanpun ketika aku mau, sosok
yang selalu memberiku kecup hangat setiap waktu, sesukamu. Kita menjalani hidup
dalam ikat yang sah. Seiring bersama kandungan yang kian terus tumbuh, dan ini bulan ke
sembilan untuk hitungan pernikahan sekaligus janin dalam kandungan. Namun tepat 6 tahun, 7 bulan untuk usia kebersamaan. Aku masih tidak percaya pada kemampuanku pergi ke pasar, menyiapkan
sarapan dan mencoba resep beraneka ragam. Aku masih takjub setiap kali kau
pergi pamit bekerja atau ketika kita berjama'ah pun saat kau manja minta disuap
makan di tempat tidur saat sahur tiba. Kau penuh kejutan. Masakanmu kadang tak
bisa di remehkan. Aku begitu menikmati setiap proses, seperti saat kau menyisir
rambut basahku yang mengering, atau ketika kau begitu ribet dengan susu hamil,
minyak ikan dan segala nutrisi untuk jabang bayimu yang semoga sehat.
Aku bersyukur untuk lelakiku ini ya Rabb..
Lelaki menyebalkan yang kadang tak bergegas tidur hanya untuk
urusan PS padahal esok pagi ia mesti pergi mengais rejeki. Lelaki pobia karet rambut.
Lelaki penyuka jengkol dan pete. Lelaki anti makan tahu. Lelaki yang tak segan
membantu menjemur pakaian pun sekedar menggoreng lauk untuk makan. Lelaki yang
selalu mengiyakan ajakan liburan dengan syarat mesti bangun sebelum subuh tiba
agar tidak terjebak macet dan panas jaya. Lelaki yang selalu bersedia mengantar
beli pentol favorit jauh-jauh ke kota dan langsung kembali ke rumah setelahnya. Lelaki
yang selalu menyematkan Al-Fatihah di setiap usai sholatnya untuk anak
tercinta. Lelaki yang selalu berusaha mengaji di sela jadwal ngopi. Lelaki yang
kau amanahkan sebagai suamiku dan semoga kesaksianku ini ya Rabb, mampu
meringankan langkahnya kelak menuju surga.
Jaga kami, bimbing kami, keluarga kami, anak cucu kami, saudara-saudara kami, agar tetap dalam
kecintaanMu, ridhoMu dan kasih sayangMu. Sehatkan kami, mampukan kami, cukupkan
kami dan selamatkan kami. Semoga usia kami senantiasa bermanfaat. Semoga syukur
kami senantiasa berintegral dan semoga rumah tangga kami kelak Kau hadiahi Jannah.
Kami belum mampu menjadi hambamu yang baik, tetapi semoga Kau mampukan kami
untuk menjadi lebih baik. Aamiin, aamiin, YRA. Terimakasih ya Rabb, terimakasih
mas ayah ARIF MUHYIDIN. Barakallah. Alhamdulillahirabbilalamin.
Catatan:
Suatu ketika, adek pasti nyempetin bikin donat buat mas ayah.
Tunggu tanggal mainnya, jangan rewel terus ya!!! :D :*
Selasa, 03 November 2015
KESAYANGAN!!
Jangan terlalu percaya
dengan apa yang kamu lihat sekarang, karena esok sangat tak pasti. Percaya saja
sama Tuhan, dengan syukur yang pasti!! Allah Maha Baik. Allah Maha Baik. Allah,
Allah!!
Saya tidak mengira bahwa
akhirnya saya berjodoh dengan mas-mas. Mas-mas yang waktu itu masih ngandelin
HP butut buat PDKT, pengangguran kurang kerjaan yang masa depannya masih GJ
tapi eh kok saya mau aja ya? Hihihi
Maklum, kala itu saya masih
labil untuk ukuran anak SMA kelas 2 semester akhir yang taunya cuman cinta aja.
Udah. Nggak terlalu mikir mau dibawa nikah atau dibiarin usai sudah. Mikirnya, ntar kalau putus ya cari lagi lah!!
Haha.
Berpasangan selama 6 tahun
kurang 2 bulan dan akhirnya nikah di usia 22 tahun memang tidak pernah terpikir
sebelumnya. Apalagi kita LDR, dimana mantan-mantan dan manusia penggoda iman
sering bersliweran disana dimari. Belum lagi jarak usia 5 tahun bikin saya
manja, rewel, ribet, minta dingertiin setengah mati.
Dari zaman masih ngganggur,
bisanya bonceng baru pakai motor belian orang tua merk Tossa, naik level
Astrea, kemudian ganti GL Pro, CB butut, Mio matic, Vespa sampai akhirnya dapet
kerja buat beli motor keren nan gaya. Eaa.. alhamdulillah ya, nasib mujur emang
nggak kemana. :D
Saya sendiri? Alhamdulillah
seusai sekolah lanjut kerja sambil kuliah, uang hasil kerjanya di inves dalam bentuk motor dan beberapa digit angka
tabungan yang jumlahnya lumayan buat nambah-nambah dana kuliah dan modal nikah.
Suatu anugrah diluar nalar yang sampai detik ini rasanya masih ajaib. Ternyata
Allah itu benar-benar Maha Kaya ya?!
Setiap kali flash back, ada rasa syukur luar biasa
yang mesti saya ulang lagi dan lagi. My
husband right now is my best that i ever have. Saya yang dulunya keluar
rumah dari jam 10 pagi dan balik 12 jam setelahnya untuk urusan kerja, kuliah,
lari sini lari sana buat cari tambahan dana, sekarang benar-benar
diistirahatkan total dari dunia per-kuli-an. Disuruh stay all day di rumah. Dikasih laptop, di modalin modem, diharapkan
bisa enjoy nulis sambil nge kuis dan diajak jalan buat refreshing ketika senggang.
Yep, alhamdulillah setelah nikah memang kami langsung stay dirumah sendiri. Dikasih rumah ngganggur? Haha, pinginnya gitu tapi alhamdulillah Allah masih memampukan kami buat bangun rumah mandiri dengan beberapa persen dana bantuan dari ortu dan saudara yang jumlahnya ya di amini saja, namanya juga dibantu. :)
Yep, alhamdulillah setelah nikah memang kami langsung stay dirumah sendiri. Dikasih rumah ngganggur? Haha, pinginnya gitu tapi alhamdulillah Allah masih memampukan kami buat bangun rumah mandiri dengan beberapa persen dana bantuan dari ortu dan saudara yang jumlahnya ya di amini saja, namanya juga dibantu. :)
Meskipun rumah kami nggak
seluas lapangan bola dan isinya masih ala kadarnya, tapi usia muda dan pernikahan
yang kami jalani ini meyakinkan kami bahwa pasti suatu ketika rumah ini akan
penuh sesak dengan sendirinya, dengan rezeki-rezeki yang datangnya tak disangka-sangka.
"Kalau
kamu kerja jadi guru, masuk setengah tujuh sedang saya kerja jam delapan, terus
siapa yang buatin atau bahkan nemenin saya sarapan?"
Kalimat protes itu berlanjut
sampai pada hal-hal detail lainnya semisal
"Kalau sama-sama kerja, pulang sama-sama capek, anak nggak ke urus
sendiri, uang banyak, berkahnya dimana?" Intinya.. setiap kali surat
permohonan kerja saya ajukan, jawaban si mas yang sekarang jadi suami saya
yaitu, "Sudah, saya aja yang kerja,
kamu dirumah, atau kalau nggak, boleh kerja tapi jadi penyiar radio aja lagi,
kerjanya cuma 2-3 jam, jadi keluarga nggak keteteran."
Ya, kerja aja emang nggak
cukup. Harus ada sampingan!! :v
Suami saya memang punya jam
pulang kerja yang relatif awal, jam 2 siang. Waktu selebihnya buat apa? Buat
nyalurin hobi. Kadang main PS, kadang ngopi, kadang mancing, nonton Dragon
Ball, nonton Naruto tapi yang paling rutin ya ngurusin kucing. Yep, jadi kami
memelihara sekitar 5 ekor kucing dewasa yang alhamdulillah produktif banget.
Awalnya memang beli kucing buat dipelihara sendiri, tapi karena beranak pinak,
maka jadilah kucing-kucing itu sebagian di adopsikan kepada another cat's lover dengan mahar sesuai
pasaran. Semua kucing yang kami miliki adalah jenis persia, 3 medium dewasa dan
2 peaknose dewasa. Saat saya menulis artikel ini, jumlah kucing di rumah ada 10
ekor, dewasa plus unyil-unyilnya.. niatnya mau ngerawat satu pasang lagi dari
anakan-anakan itu. InsyaAllah, semoga semuanya terawat dengan baik. ^^
Selain berkucing, hobi suami
yang lain adalah berkebun. Kami menanam mulai dari bunga, sayur hingga buah.
Ada anggrek, belimbing, pepaya, mangga, pisang, terong, cabai, tomat, anggur, srikaya,
sawo dan masih ada beberapa tanaman berfaedah lainnya yang nancep di pekarangan
rumah. Alhamdulillah, saya nggak pernah ikut sibuk ngurusi kucing dan kebun,
semuanya di cover suami sendiri.
Paling saya cuma bantu ngelus kucing, ngegemesin sama bantu nyiram tanaman
doang, itupun kalau mau. Haha. Terus kerjaan saya apa dong? Ya layaknya
istri-istri pada umumnya, masak, bersih-bersih rumah, ke pasar, main sosmed, nonton
gosip, belanja bulanan dan lain-lain sambil nungguin kerjaan sibuk ngurus anak
ntar.. hihi.
Kalau ditanya pernah ribut
nggak sama suami? Jelas pernah, tapi nggak sering, paling ribut gara-gara sebel
kalau pas bangunin subuh susahnya minta ampun. Wkwkwk. Tapi kalau ribut mah
kita anteng. Saling diem. Merenung, minta maaf dan rujuk lagi. Karena berantem
mulut itu cuma akan nambahin bekas sakit hati, jadi sebaik-baik marah ya
mending diam menghindar daripada ngomong yang asal keluar. Karena bagaimanapun,
suami, istri dan rumah adalah satu-satunya tempat kita pulang dengan nyaman.
Kita akan terus berupaya hidup bersama, jadi sebisanya, harus saling sadar
kalau "Kita sama-sama membutuhkan."
Pernah ribut soal pasangan masalalu?
Haha, kalau itu dibawa
bercanda aja. Ngapain nikah kalau nggak saling percaya? Orang-orang masalalu
yang nggak bisa move on mah di do'ain
aja, moga segera menemu kisah yang sama bahagia. Tapi hidup gak kek drama
sinetron kok, jadi ya cepat atau lambat, semua yang udah di belakang ya tetep
aja nggak bakal ada di depan, kalaupun nanti ketemu lagi di depan, semua pasti
sudah beda. Hihi.
Dek,
inget ya.. ayahmu adalah ayah yang nggak bakal ibu tuker di OLX atau bahkan
Tokopedia sekalipun!!! (ngomong sama perut) :D :*
Alhamdulillah Allah, Alhamdulillahi Rabbilalamin..
Sabtu, 31 Oktober 2015
REVIEW: MENIKAH TITIK DUA
Judul Buku : Menikah Titik Dua
Penulis : Agustina K. Dewi Iskandar
Editor : Fanti Gemala
Penata isi : Novita Putri
Desainer kover &
ilustrasi : Rio Siswono
Penerbit : PT Grasindo, anggota Ikapi, Jakarta
2014
ISBN : 978-602-251-702-3
GWI 703. 14.1.084
Sakinah,
mawadah, warrohmah--katanya itu impian keluarga bahagia. Tapi bagaimana kalau
ternyata masih ada juga perempuan yang tidak cukup bahagia dengan segala
ketenangan, cinta, dan keseimbangan? Lalu, ia berusaha mencari-cari kisah
bahagia yang direkanya bersama orang lain, meskipun kemudian tiba-tiba saja ada
kejernihan perasaan yang mendera, membuatnya kembali menyadari bahwa pernikahan
adalah sebuah ikatan suci yang tidak boleh dinodai dengan perselingkuhan.
Realita
kejujuran bukan berarti selalu berbalas dengan kejujuran berporsi sama.
Laki-laki pun masih tetap punya rahasia yang belum tentu terbagi dengan
perempuan yang dinikahinya. Sementara mau tidak mau, perempuan adalah siput
raksasa yang harus berbesar hati menyangga rumahnya meskipun ada satu bagian
kecil hati yang mungkin akan terluka. Ini menjadi kisah sepasang suami istri
yang melakukan perjalanan untuk menemukan titik bagi setiap pencarian yang
terjadi setelah mereka menikah. Bagaimana kalau tetap saja ada titik dua dalam
sebuah pernikahan? (Menikah Titik Dua - AKDI)
Menikah Titik Dua.
Sebuah novel dengan kisaran
tebal 190 halaman ini telah mengubah persepsi saya tentang sajian novel pada
umumnya. Novel ini seperti sebuah puzzle acak yang di desain perca demi perca secara
ringkas namun tetap runtut tanpa perlu memakan banyak ruang penjelasan.
Percakapan, baik dalam gambaran maya pun nyata banyak terjadi dalam karya yang
menjadikan novel ini padat. Bahasa-bahasa liris khas Kansha yang tertuang dalam
sensasi di beberapa bagian artikel blog pribadi tokoh tersebut, seakan membuat
aroma sastra begitu kuat menyengat. Berbaur dengan konflik rumah tangga,
taburan masa lalu dan kenyataan yang berseling, novel ini mengajak para pembaca
khususnya yang tengah berumah tangga untuk lantas berpikir: "Sudahkah kita
ikhlas menjalani biduk rumah tangga dan benar-benar menikmati setiap prosesnya
dengan penuh rasa lapang, syukur atau bahkan tabah?"
Kansha, seorang istri
sekaligus ibu satu anak yang secara tidak sengaja kembali bertemu dengan sosok
"fans" masa lalunya melalui media blog yang rutin dikuntit oleh
seorang Wibiandra. Sesosok pria yang tidak memiliki banyak keberuntungan untuk
dapat menyanding Kansha secara sah meski mereka saling sepaham dan nyaman satu
sama lain. Keadaan rumah tangga Kansha yang menurut versinya tidak lagi memberi
rasa nyaman membuat Kansha mencoba sensasi lain dengan lebih sibuk mencari
celah untuk dapat berselancar di dunia maya, curhat dan berbagi apapun kepada
Wibi, orang yang dianggapnya sebagai sang pemberi warna baru di dunianya yang
mulai kusam. Wibi dengan status single dan sebongkah cintanya yang terjaga,
menyambut hangat secercah harapan yang hadir dari situasi yang tengah dihadapi
Kansha.
Sedangkan Loki, suami
Kansha, nyatanya adalah seorang gay yang tidak cukup lapang dada menerima
kenyataan bahwa istrinya tengah berubah. Ia menuntut Kansha untuk mengerti dan
berhenti, namun setelah Kansha berhasil pulang kembali dalam genggaman, justru
kemudian ia kian tersesat dan memilih pergi. Menyudahi pernikahan mereka.
Mungkin menikmati nuansa cinta sejenisnya atau mungkin berusaha kabur dari kenyataan yang
memalukan. Sekalipun Kansha berusaha meminta, memperbaiki pernikahan dan
ternyata nihil.
Sayangnya, kepulangan Kansha
pada Loki membuat Wibi lantas memutuskan untuk menikah. Update mengenai
hubungan rumah tangga Kansha dan Loki yang retak terlambat di dapat. Undangan
terlanjur meluncur di genggaman Kansha namun hari pernikahan masih belum
terlaksana. Kemudian novel ini berakhir begitu saja, dengan pertanyaan akankah
Kansha dan Wibi akhirnya menemui hari kemerdekaan mereka? Merdeka atas
penantian dan cinta yang salah tempat hingga kemudian di dapat?
Pernikahan.
Sebuah ikatan runyam yang
tidak semua orang merasa nyaman dengan kenyang. Hantu masa lalu dan ujian
mendatang adalah kode-kode musibah yang perlu dirajut agar rumah tangga tidak
terburai pecah. Pernikahan memang tidak semudah kata "harusnya" atau
tidak juga boleh bertendensi pada pengalaman para tetua. Pernikahan baru akan
selalu membawa nuansa baru yang tidak dapat diprediksi kecuali ditetapkan
secara pasti oleh garis nasib karya Tuhan. Namun begitu, ketika kita menikah,
kesadaran bahwa masa lalu memang telah berlalu dan masa depan akan sama rasa
diterjang adalah suatu hal yang perlu benar-benar disemat samakan agar tetap
seimbang. Novel ini, secara tidak langsung telah membuat saya mengerti bahwa menikah membutuhkan keikhlasan dan
kejujuran maksimal yang kesemuanya perlu senantiasa di komunikasikan.
Latar belakang penulis
sebagai dosen di Universitas Pasundan dan ITN Bandung serta kecintaannya pada
dunia musik, drama dan travelling sedikit banyak memberi pengaruh pada karya
novelnya. Meskipun dikisahkan dengan berbagai konsep gaya bahasa, namun novel
ini tetap dapat dicerna dengan mudah. Sebuah karya yang recomended untuk pecinta sastra modern sebagai masukan bagi mereka
yang tengah bersiap berumah tangga pun bagi mereka yang ingin kembali
merekonstruksi bangunan rumah tangganya agar lebih kokoh lagi dan lagi. Bagi
yang ingin share, langsung saja kunjungi sosmed penulis, mama Ina (Agustina K.
Dewi Iskandar) di:
twitter : @inabicara
facebook : www.facebook.com/agustina.iskandar
Kamis, 15 Oktober 2015
BOJONEGORO BERBUDAYA SENI SASTRA, BOJONEGORO MENDUNIA
![]() |
Doc. Burhanuddin Joe |
Bojonegoro tak henti berkarya
Bojonegoro semua pasti suka
Bojonegoro matoh...
(Penggalan lirik Bojonegoro Matoh - Kang Yoto)
Tahun ini, dunia
seni budaya Bojonegoro penuh warna. Sempat dirundung kabar duka di akhir April dengan
meninggalnya salah satu seniman terbaik, almarhum KGPHH Masnoen yang merupakan
pelestari budaya Sandur Bojonegoro sekaligus pegiat seni yang banyak mencetak
generasi seniman di Sanggar Laboraturium Sayap Jendela, bulan ini duka tersebut
terselimuti prestasi membanggakan. Sosok eyang J.F.X Hoery, budayawan ternama yang
aktif pada forum PSJB (Pamarsudi Sastra Jawi Bojonegoro) kembali menerima
penghargaan langsung dari Gubernur Jawa Timur sebagai Pelestari Budaya dalam
kesempatan upacara Hari Jadi Provinsi Jawa Timur ke-70 pada Senin, 12 Oktober
2015. Sebelumnya, eyang Hoery yang mansyur dengan ratusan karya sastra Jawanya
baik berupa cerkak (cerita pendek) dan geguritan (puisi) ini pernah pula meraih
penghargaan bergengsi sastra daerah, Rancage di tahun 2004. Dua sosok seniman
sekaligus budayawan ini adalah contoh krontributor nyata yang bergerak
berdasarkan kecintaannya untuk melestarikan budaya seni dan sastra Bojonegoro.
Bojonegoro!!
Daerah ini
terkenal dengan begitu banyak potensi yang dimilikinya. Potensi sumber daya
minyak Gayam-Wonocolo, hasil panen bawang merah Kedungadem, wisata alam Khayangan
Api, Waduk Pacal, Kebun Belimbing termasuk juga potensi Batik Bojonegoro.
Namun, diantara potensi-potensi tersebut, adat budaya adalah salah satu potensi
yang perlu mendapat perhatian khusus dalam pengembangannya untuk dapat
mengantar Bojonegoro lebih terkenal tidak hanya di kancah daerah tapi bahkan
kancah dunia. Budaya hidup sehat, tertib lalu lintas, peduli lingkungan, gotong
royong, sopan santun adalah beberapa contoh budaya yang hendaknya memang
disadari secara personal oleh masyarakat. Sedangkan budaya yang perlu
dilestarikan dengan cara saling bersinergi antar lapisan masyarakat untuk dapat
mencapai tujuan go nasional atau
bahkan go internasional diantaranya
adalah budaya Bojonegoro membaca,
bersastra dan berkesenian!.
Budaya baca yang
berkaitan erat dengan dunia sastra di Bojonegoro banyak disuarakan oleh
berbagai pihak baik secara perseorangan maupun dalam bentuk satuan komunitas.
Beberapa LSM yang bergerak di bidang literasi juga kian banyak bermunculan.
Sebut saja Sindikat Baca, Lesung, Atas Angin, Langit Tobo, Sinergi dan masih
banyak lagi komunitas literasi lainnya yang begitu aktif melestarikan budaya
ini. Pada umumnya, sasaran komunitas ini adalah untuk melestarikan budaya baca
dalam cakupan lingkungan setempat. Hal ini perlu karena membaca adalah standart
umum bagi manusia untuk memperluas wawasan yang otomatis berpengaruh pada
kemajuan pola pikir terlebih dalam menghadapi persaingan di era modern yang
serba canggih. Kebiasaan membaca biasanya akan berlanjut pada kegemaran seseorang
untuk menulis. Menulis. Ya, menulis apa saja termasuk pendapat, ide, gagasan
pemikiran, saran, kritik dan berbagai hal positif lainnya yang banyak
diperlukan baik untuk kemajuan dirinya sendiri, kelompok atau bahkan masyarakat
luas.
Doc. Shinta Ar |
Dilain sisi,
budaya seni juga mendapat tempat tersendiri dalam tatanan masyarakat
Bojonegoro. Seni dianggap tidak hanya bersifat sebagai hiburan namun juga
penyeimbang jiwa. Sayap Jendela merupakan salah satu wadah yang banyak mencetak
generasi dengan berbagai macam jenis keahlian seni mulai dari teater,
menggambar, memahat, musik, tari hingga fotografi. Pementasan teater, pameran
karya dan tampilan musik dalam komunitas ini biasanya diagendakan dalam MLSJ
(Malam Laboraturium Sayap Jendela). Beriringan dengan itu, ada juga jenis
kesenian lain yang masih dijaga kelestariannya oleh masyarakat Bojonegoro
seperti Tayuban, Sandur, Jaranan, Oklik dan musik keroncong. Pentas komunitas
keroncong yang ada di Bojonegoro sendiri dapat dinikmati secara gratis di
tribun alun-alun Bojonegoro di waktu-waktu tertentu. Dalam perjalanannya,
komunitas keroncong Bojonegoro telah sukses mengadakan parade keroncong
nusantara bersama komunitas keroncong lain dari beberapa daerah seperti Surabaya,
Rembang, Tuban dan Jatirogo pada Sabtu, 10 Oktober 2015 lalu.
Saat ini budaya membaca
dan berkesenian yang ada di Bojonegoro tengah berkembang dalam balutan Purnama
Sastra. Purnama Sastra adalah wadah eksplorasi ekspresi bagi penikmat seni dan
sastra untuk menunjukkan kebolehannya baik dalam pembacaan puisi, cerpen,
teater bahkan tampilan musik. Kegiatan ini sempat menjadi ajang dialog seni
budaya pada Februari 2015 lalu, dengan menghadirkan beberapa tokoh masyarakat
diantaranya bapak Bupati Bojonegoro Drs. H. Suyoto, M.Si, Komisi III DPRI RI,
Remy Sylado dan seniman sekaligus wartawan, Bapak Yusuf yang kini aktif
berkegiatan di Jakarta. Selain itu, agenda Festival Bengawan Bojonegoro yang
telah berjalan 2 tahun belakangan di setiap perayaan Hari Jadi Bojonegoro juga
merupakan salah satu upaya pemerintah bersama seniman, sastrawan dan budayawan
Bojonegoro untuk memperkenalkan sekaligus melestarikan budaya seni dan sastra
di kalangan masyarakat dengan nuansa yang lebih merakyat.
![]() |
Sandur Kembang Desa Bojonegoro (Doc. Qodri R) |
![]() |
OKB (Orkes Keroncong Baru) -Doc. Shinta Ar- |
![]() |
Kesenian Oklik Bojonegoro (Doc. Qodri R.) |
![]() |
Pameran Seni MLSJ (Doc. Shinta Ar) |
![]() |
Doc. Shinta Ar |
Pengembangan
pelestarian budaya baca, seni dan sastra kiranya dapat diupayakan lebih agar
manfaatnya tidak hanya dapat dirasakan oleh warga Bojonegoro namun juga dunia.
Upaya yang dapat ditempuh pemerintah, sastrawan, seniman beserta campur tangan
masyarakat untuk mencapai tujuan tersebut
misalnya:
- 1. Pembangunan fasilitas ruang baca secara lebih artistik dan menyeluruh (misalnya di terminal, rumah sakit, bank dan lain-lain) desertai dengan pengadaan buku bacaan yang lebih variatif.
- 2. Pengadaan lomba menulis, bekerja sama dengan penerbit nasional ternama sehingga hasil karya terbaik dari peserta dapat dibukukan dan dipasarkan secara lebih meluas disamping digunakan sebagai arsip daerah.
- 3. Pengadaan forum resmi yang berada di bawah bendera seni dan sastra untuk mewadahi jalinan silaturahmi sekaligus sebagai ajang pertemuan rutin perwakilan komunitas seni dan sastra di Bojonegoro guna berbagi pemikiran dalam melestarikan dan mengembangkan budaya baca, seni dan sastra.
- 4. Pengadaan festival seni Sandur Bojonegoro berskala nasional (mencontoh agenda Grebeg Suro Ponorogo yang rutin mengagendakan festival seni tari Reog antar universitas).
- 5. Pengadaan agenda rutin belajar seni dan sastra gratis bersama relawan seniman Bojonegoro di alun-alun Bojonegoro setiap Minggu pagi. Misalnya belajar menggambar dan mewarna bersama, belajar menulis cerpen, mendongeng dan sebagainya. Hasil karya peserta kemudian dapat dipajang di mading alun-alun Bojonegoro, gedung-gedung pemerintahan, fasilitas umum (mading bank, mading terminal, mading pasar, mading rumah sakit dan lain-lain) agar hasil karya tersebut dapat dinikmati masyarakat luas. Selain itu dibuka juga pelatihan seni tari gratis setiap minggunya untuk kemudian hasil pelatihan tersebut dapat ditampilkan di acara-acara pemerintahan.
- 5. Pelestarian permainan tradisional dengan pengadaan agenda sekolah alam yang dapat diadakan di lingkungan tempat tinggal dengan relawan yang berasal dari karang taruna setempat.
- 6. Menjalin jaringan informasi antar daerah terkait agenda-agenda nasional dan internasional yang berhubungan dengan bidang seni dan sastra. Misalnya update mengenai lomba ataupun event seni dan sastra sehingga pemerintah Bojonegoro dengan segenap bentuk dukungannya dapat mengirim delegasi untuk mengikuti kegiatan tersebut. Dengan demikian budaya seni dan sastra yang ada di Bojonegoro secara tidak langsung akan dapat dikenal secara lebih luas, tidak hanya dalam lingkup daerahnya saja.
Sekolah Alam di Dander (Doc. Shinta Ar) |
Langganan:
Postingan (Atom)